Jakarta, landbank.co.id– Pemerintah mengeluarkan kriteria dan batasan penghasilan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) terbaru pada 17 April 2025.
Regulasi itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Republik Indonesia No 5 Tahun 2025 tentang Besaran Penghasilan dan Kriteria Masyarakat Berpenghasilan Rendah Serta Persyaratan Kemudahan Pembangunan dan Perolehan Rumah.
Batasan penghasilan MBR ini ditetapkan sebagai pijakan kelompok masyarakat yang berhak memeroleh rumah subsidi yang digulirkan pemerintah, termasuk untuk program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Merujuk Permen PKP No 5/2025, MBR adalah masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah untuk memeroleh rumah.
Baca juga: Program Rumah Subsidi: Solusi Hunian Terjangkau bagi MBR
Lalu, besaran penghasilan MBR dihitung berdasarkan kemampuan membayar biaya pembangunan atau perolehan rumah layak huni.
Kemampuan membayar biaya pembangunan rumah layak huni dihitung dari angsuran pembiayaan pembangunan atau perbaikan rumah swadaya. Lalu, nilai keswadayaan terhadap biaya pembangunan atau perbaikan rumah swadaya.
Terkait kemampuan membayar biaya perolehan rumah layak huni dihitung dari angsuran pembiayaan perolehan rumah umum menggunakan, pertama, suku bunga dan tenor tertentu. Kedua, marjin komersial dan tenor tertentu.
Permen No 5/2025 juga menyebutkan bahwa batasan luas lantai rumah umum dan rumah swadaya paling luas terdiri atas pertama, 36 m2 untuk pemilikan rumah umum. Kedua, 48 m2 untuk pembangunan rumah swadaya.
Di bagian lain disebutkan bahwa besaran penghasilan MBR dibagi atas zonasi wilayah. Zonasi wilayah itu mempertimbangkan beberapa aspek, yakni pertama, indeks kemahalan konstruksi.
Kedua, rata-rata pengeluaran kontrak rumah dalam satu bulan terakhir, dan, ketiga, letak geografis.
Baca juga: Lebih Dari 5 Ribu Unit Wisma Atlet untuk MBR
Kriteria MBR didasarkan pada besaran penghasilan, sedangkan besaran penghasilan ditentukan berdasarkan pertama, penghasilan orang perseorangan yang tidak kawin, dan kedua, penghasilan orang perseorangan yang kawin.
Penghasilan orang perseorangan yang tidak kawin merupakan seluruh pendapatan bersih yang bersumber dari gaji, upah, dan/atau hasil usaha sendiri.
Lalu, penghasilan orang perseorangan yang kawin merupakan seluruh pendapatan bersih yang bersumber dari gaji, upah, dan/atau hasil usaha gabungan suami istri.
Besaran penghasilan per bulan paling banyak dibagi berdasarkan zonasi wilayah dengan rincian sebagai berikut: