Jakarta, landbank.co.id – Kebijakan tarif resiprokal yang digulirkan Amerika Serikat (AS) kepada sejumlah negara dinilai berdampak langsung dan tidak langsung bagi SCG.
Manajemen SCG memproyeksikan bahwa dampak langsung terhadap perusahaan masih terhitung minimal. Hal ini disebabkan oleh total aktivitas ekspor perusahaan untuk AS terhitung hanya 1 persen dari total keseluruhan penjualan pada 2024.
Di sisi lain, dampak tidak langsung akan dirasakan SCG ketika kebijakan AS dalam menunda tarif resiprokal selama 90 hari bagi berbagai negara, berakhir.
Setelah berakhirnya periode evaluasi, negara-negara yang dikenakan kebijakan tersebut, termasuk Indonesia, akan dikenakan tarif yang berbeda. Saat ini, Pemerintah Indonesia dan Pemerintah AS sedang melakukan negosiasi dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama sebelum masa penangguhan berakhir.
“Perang dagang memberikan tekanan secara global, namun peluang di balik tantangan tersebut masih tetap ada. Contohnya termasuk tren penurunan harga minyak dunia serta daya beli yang tetap kuat di pasar tertentu untuk produk High Value-Added (HVA), produk ramah lingkungan, dan produk berkualitas dengan harga terjangkau,” kata Thammasak Sethaudom, president and CEO SCG dikutip Jumat, 23 Mei 2025.
Untuk menanggulangi pasar yang tidak stabil, SCG mengerahkan strategi untuk menghadapi perang dagang global.
Baca juga: Penjualan SCG di Indonesia Tembus Rp17 Triliun
Strategi pertama, menekan biaya untuk bersaing dengan produsen global dalam menghadapi persaingan dari produk berbiaya rendah yang diimpor dari negara lain. Terkait hal ini beberapa pendekatan yang dilakukan adalah menekan biaya operasional dengan mengkonsolidasikan lini produksi, meningkatkan efisiensi, dan menyederhanakan proses, sambil meningkatkan penggunaan otomatisasi berbasis robotik.
Melalui salah satu anak perusahaan SCG di Indonesia, PT Semen Jawa menggunakan Digital Mapping, yaitu teknologi pengukuran lahan tambang yang memungkinkan pemrosesan data yang lebih cepat, mengurangi paparan risiko terhadap manusia, serta memperpendek waktu tempuh yang diperlukan.
Lalu, menekan biaya administratif dengan memanfaatkan Kecerdasan Buatan (AI) untuk meningkatkan efisiensi organisasi. Salah satu teknologi AI yang diterapkan oleh SCG adalah SA-RA, sebuah alat berbasis AI yang membantu merekam poin-poin penting dari diskusi selama percakapan daring.