Jakarta, landbank.co.id– Pertanyaan tentang berapa harga rumah subsidi yang berlaku di Indonesia saat ini terjawab oleh Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 689/KPTS/M/2023 tentang Batasan Luas Tanah, Luas Lantai, dan Batasan Harga Jual Rumah Umum Tapak dalam Pelaksanaan Kredit/Pembiayaan Perumahan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan, serta Besaran Subsidi Bantuan Uang Muka Perumahan.
Merujuk Keputusan Menteri tahun 2023 itu disebutkan bahwa harga rumah subsidi yang ditetapkan berlaku terhitung sejak 2024 dan tahun-tahun selanjutnya.
Tentu, batasan harga jual maksimal rumah subsidi yang diatur menurut Keputusan Menteri tersebut akan berubah jika diterbitkan aturan baru.
Keputusan Menteri itu menegaskan bahwa batasan luas tanah paling rendah rumah umum tapak seluas 60 meter persegi (m2), sedangkan paling tinggi 200 m2.
Baca juga: Begini Kata Menteri PKP Soal Pemangkasan Ukuran Rumah Subsidi
Lalu, batasan luas lantai rumah paling rendah adalah 21 m2, sedangkan paling tinggi seluas 36 m2.
Harga Rumah Subsidi
Sementara itu, batasan harga jual maksimal rumah umum tapak dibagi dalam lima zonasi wilayan dengan rentang harga berbeda-beda yang mencakup, pertama; Jawa (kecuali Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi/Jabodetabek) dan Sumatera (kecuali Kepulauan Riau, Bangka Belitung, dan Kepulauan Mentawai) sebesar Rp166 juta.
Lalu, wilayah Kalimantan (kecuali Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Mahakam Ulu) sebesar Rp182 juta.
Kemudian, wilayah Sulawesi, Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai, dan Kepulauan Riau (kecuali Kepulauan Anambas) sebesar Rp173 juta.
Baca juga: Isi Lengkap Permen PKP No 5 Tahun 2025 soal Penghasilan MBR
Kemudian, Maluku, Maluku Utara, Bali dan Nusa Tenggara, Jabodetabek, dan Kepualauan Anambas,Kabupaten Murung Raya, dan Kabupaten Mahakam Ulu sebesar Rp185 juta.
Selain itu, Papua, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Pegunungan, Papua Barat Daya, dan Papua Selatan sebesar Rp240 juta.
Batasan Penghasilan MBR
Sementara itu, pemerintah mengeluarkan kriteria dan batasan penghasilan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) terbaru pada 17 April 2025.
Regulasi itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Republik Indonesia No 5 Tahun 2025 tentang Besaran Penghasilan dan Kriteria Masyarakat Berpenghasilan Rendah Serta Persyaratan Kemudahan Pembangunan dan Perolehan Rumah.
Batasan penghasilan MBR ini ditetapkan sebagai pijakan kelompok masyarakat yang berhak memeroleh rumah subsidi yang digulirkan pemerintah, termasuk untuk program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Merujuk Permen PKP No 5/2025, MBR adalah masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah untuk memeroleh rumah.
Lalu, besaran penghasilan MBR dihitung berdasarkan kemampuan membayar biaya pembangunan atau perolehan rumah layak huni.
Kemampuan membayar biaya pembangunan rumah layak huni dihitung dari angsuran pembiayaan pembangunan atau perbaikan rumah swadaya. Lalu, nilai keswadayaan terhadap biaya pembangunan atau perbaikan rumah swadaya.
Terkait kemampuan membayar biaya perolehan rumah layak huni dihitung dari angsuran pembiayaan perolehan rumah umum menggunakan, pertama, suku bunga dan tenor tertentu. Kedua, marjin komersial dan tenor tertentu.
Baca juga: Program Rumah Subsidi: Solusi Hunian Terjangkau bagi MBR
Permen No 5/2025 juga menyebutkan bahwa batasan luas lantai rumah umum dan rumah swadaya paling luas terdiri atas pertama, 36 m2 untuk pemilikan rumah umum. Kedua, 48 m2 untuk pembangunan rumah swadaya.
Di bagian lain disebutkan bahwa besaran penghasilan MBR dibagi atas zonasi wilayah. Zonasi wilayah itu mempertimbangkan beberapa aspek, yakni pertama, indeks kemahalan konstruksi.
Kedua, rata-rata pengeluaran kontrak rumah dalam satu bulan terakhir, dan, ketiga, letak geografis.
Kriteria MBR didasarkan pada besaran penghasilan, sedangkan besaran penghasilan ditentukan berdasarkan pertama, penghasilan orang perseorangan yang tidak kawin, dan kedua, penghasilan orang perseorangan yang kawin.
Penghasilan orang perseorangan yang tidak kawin merupakan seluruh pendapatan bersih yang bersumber dari gaji, upah, dan/atau hasil usaha sendiri.
Lalu, penghasilan orang perseorangan yang kawin merupakan seluruh pendapatan bersih yang bersumber dari gaji, upah, dan/atau hasil usaha gabungan suami istri.
Baca juga: Lebih Dari 5 Ribu Unit Wisma Atlet untuk MBR
Berikut ini besaran penghasilan per bulan paling banyak dibagi berdasarkan zonasi wilayah dengan rincian sebagai berikut:
Zona 1: Jawa (kecuali Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), Sumatera, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat
a.Umum:
Tidak Kawin Rp8.500.000
Kawin Rp10.000.000
b.Satu Orang Untuk Peserta Tapera Rp10.000.000
Zona 2: Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Maluku, Maluku Utara, Bali
a.Umum:
Tidak Kawin Rp9.000.000
Kawin Rp11.000.000
b.Satu Orang Untuk Peserta Tapera Rp11.000.000
Baca juga: Menteri PKP Koordinasi dengan Menteri Hukum untuk Kriteria MBR Rumah Subsidi
Zona 3: Papua, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya
a.Umum:
Tidak Kawin Rp10.500.000
Kawin Rp12.000.000
b.Satu Orang Untuk Peserta Tapera Rp12.000.000
Zona 4: Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi
a.Umum:
Tidak Kawin Rp12.000.000
Kawin Rp14.000.000
b.Satu Orang Untuk Peserta Tapera Rp14.000.000
(*)