Punya 190 Juta Hektare, Begini Tantangan Pertanahan Indonesia

Pemerintah Indonesia menghadapi masalah ketimpangan kepemilikan tanah, tumpang tindih pengelolaan, serta konflik agraria/foto: atrbpn.go.id

Wamen Ossy menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk menyelaraskan peta antar kementerian dan sektor guna meminimalkan tumpang tindih penggunaan lahan yang sering terjadi.

“Menyinkronkan peta antar sektor akan mendukung pelaksanaan Reforma Agraria dan meminimalkan potensi konflik dan tumpang tindih penggunaan lahan,” ujarnya.

Bacaan Lainnya

Selain itu, Wamen Ossy menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, organisasi masyarakat sipil (CSO), dan pemangku kepentingan lainnya.

“Pemerintah bekerja sama dengan CSO telah mencapai kemajuan signifikan dalam penyelesaian lokasi prioritas Reforma Agraria. Sebagai contoh, dari 70 lokasi yang ditargetkan, 15.725 bidang di 26 lokasi telah berhasil diselesaikan,” tambahnya.

Baca juga: Hindari Tumpang Tindih Lahan, Integrasikan Data

Wamen Ossy juga mengingatkan bahwa keberhasilan Reforma Agraria tidak hanya bergantung pada kebijakan dan regulasi, tetapi juga pada peran serta masyarakat.

“Keterlibatan masyarakat sangat penting untuk mempercepat penyelesaian masalah agraria, dan kolaborasi semua pihak akan memastikan manfaat reformasi agraria dirasakan langsung oleh masyarakat,” tutur dia.

Sementara itu, Asia Land Forum 2025 menjadi wadah penting untuk berbagi ide dan solusi terkait pengelolaan tanah di Asia, dengan harapan dapat menciptakan masa depan yang lebih adil, berkelanjutan, dan sejahtera bagi semua.

Baca juga: Menteri ATR/BPN Nusron Wahid Batalkan Sertifikat Pagar Laut di Pantura Tangerang, Banten

Sebagai bentuk konret langkah ke depan, dilakukan penandatanganan Joint Statement oleh perwakilan dari pemerintah dan organisasi masyarakat sipil, sebagai bentuk komitmen aksi bersama pelaksanaan Reforma Agraria, pembangunan desa dan koperasi rakyat untuk mencapai kedaulatan pangan dan pengentasan kemiskinan.

 

(*)

Pos terkait