Jakarta, landbank.co.id– Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menilai terjadinya tumpang tindih lahan karena data belum terintegrasi.
Hal itu mencuat di dalam Rapat Koordinasi (Rakor) lanjutan terkait Proyek Integrated Land Administration and Spatial Planning (ILASP) yang diinisiasi Kementerian ATR/BPN, di Jakarta, Rabu, 5 Februari 2025.
Rakor yang dipimpin langsung oleh Menteri ATR/Kepala BPN, Nusron Wahid ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah tumpang tindih lahan yang terjadi antara kawasan hutan, perkebunan, transmigrasi, dan perumahan.
“Untuk mengurangi tumpang tindih lahan ini maka kita buat lanjutan program ILASP. Supaya pengalaman tumpang tindih lahan yang sudah-sudah, tidak terulang lagi ke depan. Ini karena dulunya belum ada integrasi sistem dan integrasi data, dengan adanya program ini maka semua akan terpetakan,” kata Menteri Nusron dilansir laman Kementerian ATR/BPN.
Baca juga: Tujuh Faktor yang Memengaruhi Harga Rumah di Jakarta Timur
ILASP merupakan program yang dimulai dengan kolaborasi antara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Badan Informasi Geospasial (BIG), dan Kementerian ATR/BPN.
Ke depan, untuk memperkuat implementasi dan memperluas cakupannya, program ini juga akan melibatkan Kementerian Kehutanan dan Kementerian Transmigrasi.
Baca juga: Tren Harga Rumah di Jakarta Timur Tahun 2025
“Selama ini, banyak tumpang tindih lahan yang terjadi, seperti lahan sawit yang tumpang tindih dengan hutan, lahan transmigrasi, dan perumahan. Untuk itu, kami mengintegrasikan sistem data dan administrasi pertanahan agar semua lahan yang ada dapat dipetakan dengan jelas dan terhindar dari masalah serupa di masa depan,” ujar Nusron Wahid.
Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni di dalam pertemuan ini menyatakan komitmennya untuk bekerja sama menyelesaikan masalah kerapatan tapal batas antara kawasan hutan dan Areal Penggunaan Lain (APL).