Peningkatan Harga: Potensi melemahnya rupiah, yang dipicu oleh kenaikan tarif, dapat menyebabkan biaya yang lebih tinggi untuk bahan bangunan impor, yang berpotensi meningkatkan harga properti, terutama di segmen kelas menengah ke atas.
Persaingan Regional: Indonesia menghadapi persaingan ketat dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Vietnam, Malaysia, dan Thailand dalam upaya menarik relokasi industri dari AS dan Tiongkok.
Peluang:
Pertumbuhan Industri dan Pergudangan: Potensi relokasi industri dari AS dan Tiongkok menghadirkan peluang, terutama di sektor properti industri dan pergudangan. Daerah seperti Greater Jakarta (Karawang, Bekasi, Cibitung, Marunda), Subang, Batang, Gresik dan Sidoarjo mengalami peningkatan minat sejak tahun lalu. Bahkan, wilayah Greater Jakarta mencatat serapan lahan industri 313 ha, atau tumbuh 22 persen (yoy) pada akhir tahun 2024.
Destinasi Investasi yang Menarik: Pasar domestik Indonesia yang besar, reformasi regulasi, dan pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan menjadikan posisi Indonesia menjadi tujuan investasi yang menarik.
Baca juga: Menteri Keuangan Sri Mulyani: Kebijakan Tarif Timbal Balik AS Picu Persaingan Global
Diversifikasi Pasar Ekspor: Penetapan kebijakan tarif, menjadikan Indonesia perlu beradaptasi dengan membuka peluang terhadap diversifikasi pasar ekspor lebih luas lagi, misal upaya peningkatan ekspor ke kawasan Uni Eropa, Asia, Timur Tengah, Australia dan kawasan lainnya.
Pemerintah perlu waspada terhadap tantangan yang dihadapi, sambil mempersiapkan instrumen untuk mewujudkan peluang yang terbuka. Iklim investasi dan perizinan usaha perlu menjadi perhatian, sehingga tidak menjadi hambatan dalam upaya percepatan relokasi industri.
“Relokasi bisnis ke Indonesia diperkirakan meningkat bertahap pada 2025-2026, didukung oleh langkah pemerintah dalam meningkatkan daya saing investasi dan kesiapan kawasan industri baru,” kata Willson.
Dampak Perkantoran
Sementara itu, bisnis properti perkantoran alias gedung perkantoran di Jakarta diprediksi terus melenggang di tengah perang dagang.
Perang tarif yang digulirkan Donald Trump terhadap banyak negara, termasuk China dan Indonesia, belum berdampak secara langsung terhadap properti perkantoran.
“Kami memerkirakan pasar perkantoran belum terdampak secara langsung karena lebih terkait pada arus perdagangan akibat tarif ekspor naik,” ujar Ferry Salanto, head of Research Colliers Indonesia, belum lama ini.
Baca juga: Knight Frank: Okupansi Perkantoran Jakarta 76,46 Persen
Dia menerangkan, perusahaan dengan bisnis yang terkait langsung dengan dunia perdagangan internasional, akan mengkaji ulang struktur perusahaan, termasuk kebutuhan ruang kantor di masa yang akan datang.
“Diharapkan pemerintah dapat memfasilitasi kerja sama dan perjanjian dagang baru, untuk menarik minat investor asing berekspansi ke Indonesia, dan selanjutnya akan mendorong permintaan ruang kantor jangka Panjang,” ujar Ferry Salanto.
(*)