Site icon Landbank.co.id

Punya 190 Juta Hektare, Begini Tantangan Pertanahan Indonesia

Pemerintah Indonesia menghadapi masalah ketimpangan kepemilikan tanah, tumpang tindih pengelolaan, serta konflik agraria/foto: atrbpn.go.id

Jakarta, landbank.co.id– Indonesia, dengan luas tanah sekitar 190 juta hectare (ha), menghadapi tantangan dalam pengelolaan tanah secara adil dan merata.

Menurut Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/Waka BPN), Ossy Dermawan, dari jumlah lahan itu kawasan hutan sekitar 120 juta hektare, sedangkan sekitar 70 juta hektare lainnya berada di bawah kewenangan Kementerian ATR/BPN.

“Dari luas tersebut, hampir 56 juta hektare atau 80 persen telah terdaftar dan tersertipikasi,” ujar Ossy Dermawan dilansir laman resmi ATR/BPN.

Namun, kata Wamen ATR/BPN, pemerintah Indonesia menghadapi masalah ketimpangan kepemilikan tanah, tumpang tindih pengelolaan, serta konflik agraria.

Baca juga: Sah! Living World Grand Wisata Bekasi Dibuka Hari Ini 22 Februari 2025

“Isu-isu ini memerlukan penyelesaian yang mendesak dari pemerintah Indonesia dengan dukungan berbagai pemangku kepentingan, termasuk organisasi masyarakat sipil,” tambah Ossy Dermawan saat menjadi Pembicara Kunci dalam Asia Land Forum 2025 dengan tema Securing Land Rights for a Sustainable and Equitable Future yang berlangsung di Mercure Jakarta Batavia, Rabu, 19 Februari 2025.

Dia mengungkapkan, komitmen pemerintah dalam menyelesaikan masalah tersebut melalui program Reforma Agraria.

“Melalui program Reforma Agraria, kita dapat memastikan kepastian hak atas tanah, redistribusi tanah, serta pengelolaan akses melalui kemitraan dengan masyarakat,” ujarnya.

Baca juga: Samani Villa Pecatu Mengusung Konsep Eco Living

Salah satu langkah utama dalam Reforma Agraria adalah Kebijakan Satu Peta yang sedang digalakkan oleh pemerintah.

Wamen Ossy menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk menyelaraskan peta antar kementerian dan sektor guna meminimalkan tumpang tindih penggunaan lahan yang sering terjadi.

“Menyinkronkan peta antar sektor akan mendukung pelaksanaan Reforma Agraria dan meminimalkan potensi konflik dan tumpang tindih penggunaan lahan,” ujarnya.

Selain itu, Wamen Ossy menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, organisasi masyarakat sipil (CSO), dan pemangku kepentingan lainnya.

“Pemerintah bekerja sama dengan CSO telah mencapai kemajuan signifikan dalam penyelesaian lokasi prioritas Reforma Agraria. Sebagai contoh, dari 70 lokasi yang ditargetkan, 15.725 bidang di 26 lokasi telah berhasil diselesaikan,” tambahnya.

Baca juga: Hindari Tumpang Tindih Lahan, Integrasikan Data

Wamen Ossy juga mengingatkan bahwa keberhasilan Reforma Agraria tidak hanya bergantung pada kebijakan dan regulasi, tetapi juga pada peran serta masyarakat.

“Keterlibatan masyarakat sangat penting untuk mempercepat penyelesaian masalah agraria, dan kolaborasi semua pihak akan memastikan manfaat reformasi agraria dirasakan langsung oleh masyarakat,” tutur dia.

Sementara itu, Asia Land Forum 2025 menjadi wadah penting untuk berbagi ide dan solusi terkait pengelolaan tanah di Asia, dengan harapan dapat menciptakan masa depan yang lebih adil, berkelanjutan, dan sejahtera bagi semua.

Baca juga: Menteri ATR/BPN Nusron Wahid Batalkan Sertifikat Pagar Laut di Pantura Tangerang, Banten

Sebagai bentuk konret langkah ke depan, dilakukan penandatanganan Joint Statement oleh perwakilan dari pemerintah dan organisasi masyarakat sipil, sebagai bentuk komitmen aksi bersama pelaksanaan Reforma Agraria, pembangunan desa dan koperasi rakyat untuk mencapai kedaulatan pangan dan pengentasan kemiskinan.

 

(*)

Exit mobile version