Site icon Landbank.co.id

Pasokan Minim Bisa Dongkrak Okupansi Perkantoran

Hingga kuartal kedua 2025, okupansi gedung perkantoran di CBD Jakarta menyentuh 74,8 persen, sedangkan di luar CBD sebesar 71 persen/foto: capture colliers

Jakarta, landbank.co.id– Hingga kuartal kedua 2025, ruang kantor di Jakarta yang belum terserap pasar ditaksir menyentuh sekitar 3 juta meter persegi (m2).

Mayoritas ruang kantor itu terletak di pusat kawasan bisnis (central business district/CBD) Jakarta, yakni sekitar 1,83 juta m2.

Mengutip data Colliers Indonesia, hingga kuartal kedua 2025, total pasokan ruang kantor di Jakarta tercatat seluas 11,2 juta m2.

“Sekitar 70 persen berada di CBD Jakarta,” jelas Ferry Salanto, head of Research Colliers Indonesia di Jakarta, baru-baru ini.

Baca juga: Agung Podomoro Land Catat Lonjakan Penjualan Perkantoran

Menurut Ferry, hingga kuartal kedua, tingkat hunian gedung perkantoran di CBD Jakarta menyentuh 74,8 persen, sedangkan di luar CBD sebesar 71 persen.

Dia melihat ada peluang perbaikan tingkat hunian atau okupansi ruang kantor di tengah minimnya pasokan dalam rentang 2025 hingga 2027.

“Kekosongan pasok terutama di CBD, terjadi sejak tahun lalu. Tambahan ruang kantor baru mulai ada lagi pada 2028. Kekosongan supply baru dalam beberapa tahun kedepan bisa membantu peningkatan okupansi yang saat ini belum seperti sebelum terjadi pandemi Covid-19,” tutur Ferry.

Dia menambahkan, pasokan kedepan terkonsentrasi di luar CBD Jakarta.

Peluang peningkatan okupansi ruang kantor di Jakarta juga mencuat dari kemungkinan adanya permintaan dari kementerian kabinet Presiden Prabowo Subianto.

“Pemekaran kementerian membuka peluang peningkatan permintaan ruang kantor,” kata Ferry.

Baca juga: Properti Perkantoran Terus Melenggang di Tengah Perang Dagang

Dia menegaskan, beberapa kementerian belum punya gedung sendiri. Ada yang masih menumpang di kementerian lainnya, atau menyewa.

“Ada potensi mendongkrak permintaan ruang kantor dari kementerian. potensinya besar untuk meningkatkan okupansi,” ujarnya.

 

Melihat Situasi

Sementara itu, kata Ferry, penyewa masih melihat situasi saat ini (wait and see), Belum terlihat tenant atau penyewa yang agresif ekspansi atau relokasi, kecuali kebutuhan mendesak yang tidak bisa ditunda.

Dia menerangkan, peningkatkan hunian perkantoran dapat didorong oleh kebutuhan tenant untuk ekspansi atau relokasi yang bisa mengakomodasi kebutuhan mereka.

“Relokasi, bisa juga ke gedung perkantoran yang lebih kecil atau tarif sewa lebih murah. Saat ini, pasar lebih berpihak ke tenant,” paparnya.

Baca juga: Perumahan dan Perkantoran Dapat Guyuran Investasi Rp25 Triliun

Karena situasinya tenant market, jelas dia, para pemilik gedung perkantoran (landlord) fokusnya berupaya meningkatkan okupansi dibandingkan menaikkan tarif sewa.

“Gedung yang okupansinya tinggi, sudah mulai menawarkan tarif sewa lebih tinggi. Gedung yang masih berjuang mengejar tingkat hunian, opsi menaikkan sewa tidak diprioritaskan karena pasar tidak memungkinkan,” jelas Ferry.

 

(*)

Exit mobile version