“Karena inventaris yang belum terjual masih tinggi, harga tetap relatif stabil,” ujar Martin.
Kondisi di mana biaya konstruksi tinggi serta kinerja penjualan yang lambat membuat pengembang lebih berhati-hati dalam meluncurkan proyek baru.
Selama sentimen pembelian di sektor kondominium belum membaik, para pengembang belum cukup percaya diri untuk mengambil risiko dalam mengembangkan proyek baru.
Selain itu, dengan mempertimbangkan ketidakpastian ekonomi saat ini dan juga isu daya beli pada segmen pasar massal, peningkatan kinerja penjualan menjadi tantangan tersendiri bagi para pengembang, meskipun beberapa indikator pendukung telah tersedia, seperti suku bunga KPR yang kompetitif dan insentif PPN yang diperpanjang untuk unit hunian yang sudah ada.
Baca juga: Leads Property: Ada 10.444 Apartemen Sewa di Jakarta
Agar permintaan meningkat, pembeli perlu untuk lebih mempertimbangkan untuk memilih hunian vertikal di Jakarta dibandingkan rumah tapak di pinggiran kota dengan kisaran harga yang lebih rendah.
“Perlu dicatat bahwa strategi pemberian diskon harga yang signifikan (Misalkan hingga 20 persen) mungkin perlu diuji kembali, karena strategi ini terbukti berhasil dalam menyerap permintaan, sebagaimana dilakukan oleh para pengembang pada tahun 2021–2022,” urai Martin.
(*)