Jakarta, landbank.co.id– Sejumlah kawasan industri di Indonesia dapat menjadi alternatif tempat merelokasi pabrik milik perusahaan China.
Saat ini, Indonesia memiliki banyak kawasan industri, termasuk kawasan ekonomi khusus (KEK) yang dapat menampung relokasi pabrik tersebut.
Menurut Head of Industrial and Logistics Colliers Indonesia, Rivan Munansa, Batam merupakan salah satu wilayah Indonesia yang secara lokasi memang cukup strategis terlebih karena berseberangan dengan negara seperti Singapura.
Batam sendiri juga sudah dikenal sebagai wilayah bisnis yang ramai dengan jenis industri seperti semi konduktor, galangan kapal, hingga industri yang berhubungan dengan minyak dan gas.
Baca juga: Realisasi Investasi Tahun 2024 Subsektor Properti Rp122,9 Triliun
“Saat ini, tren relokasi perusahaan China memang sudah mulai terasa, bahkan sekitar satu tahun belakangan ini terjadi progress yang cukup siginifikan,” ujar dia dalam keterangan tertulis yang dilihat landbank.co.id, Selasa, 4 Februari 2025.
Colliers melihat bahwa KEK di Batam berpotensi cukup baik bagi perusahaan seperti dari industri elektronik.
Baca juga: Mengintip Lima Strategi Pollux Pada 2025
Hal ini didukung karena banyak perusahaan semi konduktor dan turunannya yang memang sudah sebelumnya berada di willayah ini. Namun, di luar dari itu, dengan status nya sebagai KEK, insentif fiskal dan non-fiskal juga memiliki pengaruh, karena ini akan memberikan keuntungan yang cukup signifikan bagi perusahaan yang akan berinvestasi disana.
“Kami melihat setelah Jabodetabek tentunya, wilayah seperti Subang, Jawa Tengah, Surabaya juga memiliki potensi yang cukup baik untuk perusahaan-perusahaan China yang ingin melakukan relokasi pabriknya,” papar Rivan Munansa.
Seperti di Jawa Tengah, jelas dia, untuk wilayah Semarang dan Kendal, diketahui juga sudah ada investasi pabrik untuk industri garmen, tekstil, dan industri padat karya lainnya.
Baca juga: Kawasan Industri Ini Kantongi Rp966 Miliar dari Sewa Lahan
Saat ini, sebagai contoh, terlihat juga ada minat dari perusahaan yang bergerak dalam bidang motor listrik di wilayah ini.
“Sedangkan untuk wilayah lain, seperti Brebes dan Tegal kami lihat sebagai salah satu daerah berpotensi dari perluasan untuk perusahaan dengan bidang usaha padat karya,” kata dia.
Bagi perusahaan dengan bidang usaha seperti electric vehicle (EV) bisa melirik wilayah Subang, sedangkan perusahaan yang bergerak di bidang fast-moving consumer goods (FMCG) mempertimbangkan wilayah Surabaya.
“Bagi kawasan industri yang belum dipasarkan ke publik, salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan mempercepat pembangunan kawasan industri baru,” paparnya.
Baca juga: Bisnis Kawasan Industri AKRA Tumbuh 13 Persen
Hal ini, tambah dia, termasuk memastikan ketersediaan utilitas dan infrastruktur yang memadai. Ketersediaan ini menjadi sangat penting, agar ketika ada permintaan dari perusahaan China yang ingin melakukan relokasi, lahan sudah siap untuk digarap atau dibangun.
Selain itu, koneksi dari kawasan industri dengan beberapa jalan tol utama termasuk yang mengarah ke dan dari pelabuhan serta bandar udara harus terhubung dengan baik.
Tanpa adanya kesiapan akses beserta utilitas memadai, akan sulit menarik minat perusahaan yang sedang mencari lahan untuk relokasi pabrik mereka.
Baca juga: SSIA Kantongi Marketing Sales Lahan Rp1,74 Triliun
Menurut Rivan, tren ketertarikan perusahaan China merelokasi pabrik ke Indonesia dapat memberikan pengaruh terhadap kondisi pasar industrial di Indonesia.
“Dalam hal ini, kami menilai pengaruhnya tentu akan menjadi positif. Dikarenakan keadaan ekonomi di China sendiri yang cukup stagnan, ditambah potensi perang tarif dengan Amerika Serikat, maka pengaruhnya terhadap tren ini akan cukup besar. Ini akan menarik bagi pasar industrial di Indonesia bila bisa menangkap kesempatan tersebut,” ujar dia.
Dia mengingatkan agar Indonesia harus mampu untuk bisa lebih bersaing dengan negara-negara ASEAN lainnya seperti contohnya Vietnam, Malaysia, Thailand, atau Kamboja.
Baca juga: Kode dari Jepang Soal Dukungan Data Perumahan
“Indonesia harus memiliki sistem perizinan yang lebih baik. Dari sisi regulasi dan birokrasi pun harus diperbaiki, agar dapat menawarkan sesuatu yang lebih menarik bagi perusahaan yang akan melakukan relokasi pabrik ke Indonesia,” ujar Rivan.
(*)