Jakarta, landbank.co.id– Pertanyaan kota atau kabupaten mana yang paling banyak menyerap rumah subsidi akan terjawab bila melihat data Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera).

Tahun 2024, mengutip data BP Tapera, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat menjadi kawasan penyerap rumah subsidi terbesar.

Penyaluran rumah subsidi yang dimaksud adalah kredit pemilikan rumah (KPR) berskema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) kelolaan BP Tapera.

KPR FLPP dikelola oleh BP Tapera, sedangkan distribusinya dilakukan bersama para bank penyalur.

Mengutip data BP Tapera, Kabupaten Bekasi menyerap penyaluran KPR FLPP sebanyak 13.908 unit dengan nilai pembiayaan Rp1,85 triliun.

Penyerapan kabupaten berpenduduk 3,23 juta jiwa pada 2023 ini setara dengan 6,94 persen dari total unit KPR FLPP per 28 Desember 2024 yang menyentuh 200.300 unit senilai Rp24,57 triliun.

Dalam daftar 10 kota kabupaten penyerap KPR FLPP terbesar tahun 2024, selain Kabupaten Bekasi di posisi puncak, terdapat Kabupaten Karawang, Jawa Barat di posisi kedua. (lihat grafis di halaman 2)

Kabupaten Karawang menyerap sebanyak 7.799 unit per 28 Desember 2024.

Nilai KPR FLPP yang diserap oleh kabupaten berpenduduk 2,54 juta jiwa pada 2023 itu sekitar Rp932,06 miliar.

Di posisi ketiga adalah Kabupaten Bogor, juga dari provinsi Jawa Barat dengan penyerapan sebanyak 7.697 unit atau setara sekitar Rp1,02 triliun.

Pada 2023, Kabupaten Bogor dihuni oleh sekitar 5,62 juta jiwa.

Dalam daftar 10 besar penyerap KPR FLPP 2024, terdapat empat kota kabupaten dari Jawa Barat. Selain tiga di atas, terdapat Kabupaten Cirebon.

Kabupaten Cirebon yang tahun 2023 dihuni oleh 1,19 juta jiwa itu menyerap 3.274 unit atau setara sekitar Rp389,34 miliar.

Keempat kota kabupaten Jawa Barat tersebut menyerap 32.678 unit atau 16,30 persen dari total unit yang dibiayai KPR FLPP tahun 2024.

Dari sisi nilai, keempat kota kabupaten itu menyerap sekitar Rp4,20 triliun.

Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperkim) Jawa Barat (Jabar) mengungkapkan bahwa Jabar masih mengalami kesenjangan antara rumah terbangun dengan rumah yang dibutuhkan masyarakat (backlog perumahan) sebanyak 2,8 juta unit pada 2023.