Jakarta, landbank.co.id– Manajemen PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) mengaku telah menerapkan mitigasi atas risiko kredit pemilikan rumah (KPR) yang sertifikatnya bermasalah.
“Mitigasi dan upaya yang telah dilakukan oleh perseroan antara lain membentuk satuan tugas khusus (tim task force) untuk penanganan developer dan notaris bermasalah,” kata Ramon Armando, corporate secretary BTN dalam keterbukaan informasi yang dilihat landbank.co.id, Jumat, 7 Februari 2025.
Mitigasi lainnya, jelas Ramon, melakukan MOU dengan Kementrian ATR/BPN untuk percepatan penyelesaian sertifikat.
Kemudian, mitigasi yang dilakukana oleh emiten berkode saham BBTN ini adalah profiling permasalahan sertifikat berdasarkan kelompok developer.
Baca juga: Bakal Jadi BUS, Segini Nilai Aset BTN Syariah
Lalu, melakukan rating/segmentasi developer eksisting antara lain dengan rating: platinum, gold, silver, dan bronze.
“Kategori rating diukur berdasarkan volume penjualan, non performing loan atau pinjaman bermasalah developer maupun customer dan ambang batas pengurusan sertifikat,” papar Ramon.
Baca juga: Mengintip Lima Strategi Pollux Pada 2025
Mitigasi selanjutnya adalah, melakukan pendaftaran dan evaluasi kinerja Notaris yang bekerja sama dengan Perseroan melalui eMitra.
Selain itu, melakukan langkah hukum melalui jalur litigasi terhadap developer dan notaris yang bermasalah. Serta, membentuk Channel Pengaduan sertifikat (150-286/1500-286).
Per 31 Desember 2024, jumlah sertifikat bermasalah BTN tercatat sebanyak 38.144 debitur.
Angka itu anjlok drastis bila dibandingkan dengan posisi tahun 2018 yang sebanyak 120 ribu sertifikat bermasalah.
“Total saldo pokok pinjaman dari 38.144 debitur yang sertifikatnya masih bermasalah adalah sebesar Rp3,3 triliun,” jelas Ramon.
Baca juga: 100 Hari Kerja Prabowo, BTN Biayai 77 Persen Rumah Subsidi
Ramon menerangkan, dengan adanya kondisi belum terselesaikannya sertifikat debitur tersebut, memiliki dampak terhadap keuangan perseroan berupa kewajiban pencadangan dana penyelesaian sertifikat sesuai kebijakan Perseroan.
“Hal tersebut juga menjadi kewajiban Perseroan dalam rangka penerapan pelindungan konsumen bagi debitur yang beritikad baik sesuai ketentuan regulator serta untuk memitigasi risiko kredit apabila debitur gagal bayar/wanprestasi,” ujar dia.
(*)