Permintaan Manufaktur dan Logistik akan Tumbuh 20 Persen, Knight Frank: Perlu Dukungan Iklim Investasi Kondusif

Knight Frank menilai, pemicu permintaan manufaktur dan logistik karena perusahaan semakin memprioritaskan rantai pasokan regional yang tangguh/foto: landbank.co.id

Jakarta, landbank.co.id– Knight Frank dalam laporan bertajuk Horizon Report, From Whiplash to Resilience: Corporate Real Estate in the New World Order, memerkirakan bahwa permintaan manufaktur dan logistik di Indonesia dan Vietnam tumbuh hingga 20 persen selama tiga tahun ke depan.

Pemicu permintaan manufaktur dan logistik ini, jelas Knight Frank, disebabkan karena perusahaan/industri semakin memprioritaskan pembangunan rantai pasokan regional yang tangguh daripada sekadar bereaksi terhadap fluktuasi tarif jangka pendek.

Bacaan Lainnya

“Di tengah tantangan ketidapastian global, Indonesia dapat menangkap peluang relokasi industri, baik dari Amerika Serikat maupun China,” ujar Willson Kalip, country Head Knight Frank Indonesia dalam keterangan tertulis kepada landbank.co.id, Senin, 2 Juni 2025.

Menurut dia, setidaknya keunggulan komparatif yang dimiliki Indonesia di tengah kompetisi regional adalah pasar domestik yang besar, pengembangan infrastruktur yang terus berlanjut, dan ketersediaan sumber daya alam.

“Namun, keunggulan tersebut perlu didukung dengan iklim investasi yang kondusif dari Pemerintah, baik berupa dukungan kebijakan maupun upaya menciptakan harmonisasi dengan masyarakat sekitar lokasi industri,” kata Willson.

Knight Frank dalam laporannya menerangkan, perbedaan biaya struktural tetap menjadi pendorong utama bagi perusahaan multinasional dari China, Jepang, dan Korea Selatan untuk mengalihkan modal Indonesia dan Vietnam di bawah strategi “China+1”. Dengan berinvestasi di pasar Asia Tenggara ini, perusahaan memperoleh akses ke fasilitas industri yang efisien dan dibangun sesuai kebutuhan, yang mendukung diversifikasi rantai pasokan.

Baca juga: Sektor Properti Masih Aman, Knight Frank: Tapi Waspada

Namun, penangguhan tarif Amerika Serikat-China selama 90 hari baru-baru ini, yang mengurangi tarif dari 145 persen menjadi dasar 30 persen, telah menimbulkan ketidakpastian baru dalam keputusan relokasi industri.

Ini semakin memperkuat permintaan akan sewa jangka pendek dan plug-and-play logistics parks yang fleksibel serta siap pakai.

“Analisis kami menunjukkan bahwa meskipun pengurangan tarif sementara memberikan ruang gerak bagi perusahaan/industri, strategi “China+1” telah menjadi model operasi standar yang berlaku umum saat ini, bukan hanya respons terhadap tarif,” papar Tim Armstrong, global head Occupier Strategy and Solutions Knight Frank.

Dia menambahkan, saat ini, kita telah memasuki era dimana strategi perusahaan real estat harus berkembang dari ekspansi bisnis ke daya tahan operasional.

“Ini bukanlah penyesuaian siklus, melainkan transformasi struktural yang memerlukan pendekatan baru dalam perencanaan portofolio, struktur sewa, dan strategi lokasi,” ujar dia.

Menurut Christine Li, head of Research Asia-Pacific Knight Frank, pergeseran ke model ‘Asia untuk Asia’ semakin pesat, terlihat dari lebih dari 65 persen keputusan investasi rantai pasokan yang kini didorong oleh konsumsi di dalam Asia sendiri.

Baca juga: Properti Perkantoran Terus Melenggang di Tengah Perang Dagang

“Permintaan industri melonjak di negara-negara seperti Vietnam, India, dan Indonesia,” tegas dia dalam keterangan tertulis yang sama.

Di sisi lain, tambahnya, pusat layanan regional dan penghubung seperti Singapura dan Hong Kong SAR berisiko terkena dampak sekunder dari kebijakan tarif AS.

Pos terkait