Jakarta, landbank.co.id– Konflik agraria dinilai tak sebatas masalah administrasi tanah, melainkan juga terkait banyak aspek, termasuk masalah kepastian hukum.
Karena itu, penyelesaian konflik agraria mesti melibatkan banyak para pemangku kepentingan, selain Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN).
Salah satu hal penting dalam menyelesaikan konflik agraria adalah dengan menerapkan pendekatan berbasiss hak asasi manusia (HAM).
Terkait hal itu, Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/Waka BPN), Ossy Dermawan, menegaskan komitmennya untuk memperkuat penyelesaian konflik agraria dengan pendekatan berbasis HAM, melalui pelibatan berbagai pihak terkait secara inklusif.
Baca juga: Redistribusi Tanah, Nusron: Yang Kecil Kita Bantu Berkembang
“Permasalahan pertanahan tidak bisa hanya ditangani Kementerian ATR/BPN sendiri, tetapi memerlukan kolaborasi lintas kementerian, lembaga, pemerintah daerah, hingga aparat penegak hukum. Karena itu, kami sangat terbuka dan menyambut baik inisiatif Komnas HAM untuk bersama-sama menyusun peta jalan penyelesaian konflik agraria berbasis HAM,” ujar Wamen Ossy dikutip Selasa, 8 Juli 2025.
Pernyataan Wamen Ossy disampaikan dalam pertemuan bersama jajaran Komisi Nasional (Komnas) HAM di Kantor Kementerian ATR/BPN, Jakarta, Senin, 7 Juli 2025.
Dia menekankan pentingnya sinergi lintas sektor mengingat banyak konflik agraria berkaitan erat dengan penetapan kawasan hutan, tata ruang, perlindungan lingkungan, hingga proses penegakan hukum.
Untuk itu diperlukan peta jalan (roadmap) penyelesaian masalah yang melibatkan para pemangku kepentingan.
“Spirit kami adalah bagaimana roadmap ini nantinya tidak hanya berhenti sebagai dokumen perencanaan, tetapi benar-benar dapat diimplementasikan melalui aksi nyata yang melibatkan semua pihak sehingga penyelesaian konflik agraria bisa lebih tepat sasaran dan memberi manfaat nyata bagi masyarakat,” tutur Wamen Ossy.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komnas HAM, Anies Hidayah, menyampaikan bahwa Komnas HAM memandang penanganan konflik agraria harus selalu menempatkan hak asasi manusia sebagai landasan utama.
Baca juga: Biaya Urus Sertifikat Tanah di BPN Ditanggung Negara lewat PTSL 2025
Hal itu mengingat, dampaknya langsung pada sumber penghidupan masyarakat, khususnya kelompok rentan.
“Konflik agraria ini bukan sekadar urusan administrasi tanah, tetapi berkaitan dengan bagaimana masyarakat mendapatkan kepastian hukum dan keadilan atas sumber hidup mereka. Karena itu, Komnas HAM berkomitmen mendorong penyelesaian secara komprehensif berbasis HAM, dengan koordinasi lintas lembaga sebagai kunci,” kata Anies Hidayah.
Komnas HAM berharap, sinergi kelembagaan yang dilakukan mampu memperkuat langkah penyelesaian sengketa pertanahan yang kerap berlarut-larut di berbagai wilayah Indonesia.
Melalui peta jalan yang sedang disusun, diharapkan muncul kesepahaman dan pembagian peran antar pihak terkait.
Sertifikasi Tanah
Sementara itu, Indonesia, dengan luas tanah sekitar 190 juta hektare (ha), menghadapi tantangan dalam pengelolaan tanah secara adil dan merata.
Baca juga: Punya 190 Juta Hektare, Begini Tantangan Pertanahan Indonesia
Wamen Ossy, dari jumlah lahan itu kawasan hutan sekitar 120 juta hektare, sedangkan sekitar 70 juta hektare lainnya berada di bawah kewenangan Kementerian ATR/BPN.
“Dari luas tersebut, hampir 56 juta hektare atau 80 persen telah terdaftar dan tersertipikasi,” ujar Ossy Dermawan.
Namun, kata Wamen ATR/BPN, pemerintah Indonesia menghadapi masalah ketimpangan kepemilikan tanah, tumpang tindih pengelolaan, serta konflik agraria.
“Isu-isu ini memerlukan penyelesaian yang mendesak dari pemerintah Indonesia dengan dukungan berbagai pemangku kepentingan, termasuk organisasi masyarakat sipil,” tambah Wamen Ossy.
Dia mengungkapkan, komitmen pemerintah dalam menyelesaikan masalah tersebut melalui program Reforma Agraria.
“Melalui program Reforma Agraria, kita dapat memastikan kepastian hak atas tanah, redistribusi tanah, serta pengelolaan akses melalui kemitraan dengan masyarakat,” kata Wamen Ossy.
Baca juga: ATR BPN Batalkan 209 Sertifikat di Luar Garis Pantai
Salah satu langkah utama dalam Reforma Agraria adalah Kebijakan Satu Peta yang sedang digalakkan oleh pemerintah.
(*)