“Pergeseran paradigma menuju perencanaan tata ruang yang tangguh terhadap iklim, penilaian massal, dan penguasaan tanah yang komprehensif memerlukan transformasi digital sistem administrasi pertanahan,” dikutip laman Bank Dunia.
Untuk tujuan ini, kata Bank Dunia, penggunaan lahan (perencanaan tata ruang) dan administrasi pertanahan (penguasaan dan penilaian) akan diintegrasikan melalui LIS yang komprehensif dan terpadu.
Mengutip laman Bank Dunia, biaya proyek ILASP diperkirakan sebesar US$653 juta atau sekitar Rp10,40 triliun dengan asumsi kurs Rp16 ribu per dolar Amerika Serikat (AS).
Laman itu menyebutkan bahwa biaya proyek ILASP akan mencakup lima komponen, yakni pertama, Perencanaan Tata Ruang yang Berwawasan Iklim (US$105 juta).
Lalu, komponen kedua, Memperkuat Penguasaan Tanah dan Pengelolaan Lanskap (US$177 juta). Kemudian, komponen ketiga, Sistem Informasi dan Penilaian Tanah (US$45 juta).
Selain itu, komponen keempat, Peta Dasar Skala Besar untuk Aksi Iklim (US$292 juta) dan komponen kelima, Manajemen Proyek dan Pengembangan Kapasitas (US$34 juta).
Baca juga: Hindari Tumpang Tindih Lahan, Integrasikan Data
Proyek ILASP yang berlangsung dari 2025 hingga 2029 ini, melibatkan kolaborasi dengan sejumlah kementerian/lembaga, di antaranya Badan Informasi Geospasial (BIG) dan Kementerian Dalam Negeri.
(*)