Jakarta, landbank.co.id-Kontribusi sektor properti, yakni konstruksi dan real estat terhadap perekonomian nasional dinilai cukup signifikan.
Sumbangsih sektor properti itu mulai dari berupa pajak kepada pemerintah pusat dan menyerap tenaga kerja.
Selain itu, sektor properti menyumbang pemerintah daerah (pemda) dalam wujud pendapatan asli daerah (PAD).
Kontribusi sektor properti itu mencuat dari materi paparan Wakil Menteri Keuangan Republik Indonesia (Wamenkeu) Suahasil Nazara, dalam forum dialog di kantor Bank Tabungan Negara (BTN), Jakarta, Jumat, 29 November 2024.
“Kontribusi terhadap PDB berkisar 14-16 persen dengan nilai tambah berkisar Rp2.349 triliun hingga Rp2.865 triliun per tahun,” dilansir paparan itu.
Dari sisi penyerapan tenaga kerja, masih mengutip materi paparan itu, tercatat mencapai 10,2 persen dari total lapangan kerja tahun 2022.
“Kontribusi penerimaan pajak 9,3 persen. Sektor properti menghasilkan pendapatan pajak pusat sekitar Rp185 triliun per tahun,” urainya.
Terkait pemda, masih menurut paparan tersebut, kontribusi sektor properti mencapai 31,9 persen terhadap PAD.
“Sektor properti menyumbang sekitar Rp92 triliun per tahun pada PAD pemda,” dilansir paparan wamenkeu.
Salah satu sumber PAD pemda dari sektor properti adalah melalui pungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Mengutip pasal 47 Undang Undang No 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah tarif BPHTB ditetapkan paling tinggi sebesar 5 persen.
Lalu, tarif BPHTB ditetapkan dengan peraturan daerah (Perda).
Sekalipun demikian, mengutip pasal 44 UU HKPD ada sejumlah objek BPHTB yang dikecualikan.
Misal, kantor Pemerintah, pemerintahan daerah, penyelenggara negara dan lembaga negara lainnya yang dicatat sebagai barang milik negara atau barang milik daerah.
Selain itu, BPHTB juga dikecualikan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Mengutip Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 22/Kpts/M/2023 tentang Besaran Penghasilan Masyarakat Berpenghasilan Rendah dan Batasan Luas Lantai Rumah Umum dan Rumah Swadaya, besaran penghasilan MBR wilayah Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Maluku, Maluku Utara, Bali, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, penghasilan per bulan paling banyak Rp7 juta untuk kategori tidak kawin.
Lalu, kategori kawin sebesar Rp8 juta dan kategori satu orang untuk peserta Tapera sebesar Rp8 juta.
Selain itu, untuk wilayah Papua, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya sebesasr Rp7,5 juta untuk tidak kawin.
Untuk kategori kawin dan peserta Tapera di wilayah tersebut ditetapkan sebesar Rp10 juta per bulan.
(*)