Jakarta, landbank.co.id– PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) memborong nyaris 100 persen saham PT Bank Victoria Syariah (BVIS).
Nilai pembelian PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atas 99,9984 persen saham bank syariah itu senilai Rp1, 5 triliun.
Terdapat sejumlah fakta-fakta menarik terkait akuisisi PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk terhadap BVIS.
“Kami secara resmi sudah mendapatkan izin-izin yang dibutuhkan, karena itulah kami segera menandatangani Akta Jual Beli ini, dengan nilainya kurang lebih Rp1,5 triliun atau sekitar 1,4 hingga 1,5 kali buku BVIS,” ujar Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu dilansir laman bank pelat merah itu.
Penandatanganan Akta Jual Beli dan Pengambilalihan Saham tersebut dilakukan BTN bersama-sama para pemegang saham BVIS, yakni PT Victoria Investama Tbk dan PT Bank Victoria International Tbk di Menara BTN 1 Jakarta, Kamis, 5 Juni 2025.
Semula, pemegang saham BVIS adalah VICO 80,1887 persen, BVIC 19,8097 persen, dan BHP Jakarta 0,0016 persen.
Baca juga: Bakal Jadi BUS, Segini Nilai Aset BTN Syariah
Kini, selain BTN sebesar 99,9984 persen, pemegang saham BVIS lainnya adalah BHP Jakarta, yakni sebanyak 0,0016 persen.
“Dengan persentase kepemilikan saham tersebut serta sesuai Surat OJK No.SR-176, telah ditetapkan bahwa Perseroan dinyatakan memenuhi persyaratan menjadi Pemegang Saham Pengendali BVIS,” terang EKo Waluyo, direktur BTN dalam suratnya dilansir laman Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa, 10 Juni 2025.
Selain itu, fakta-fakta menarik lainnya adalah bahwa aksi korporasi ini merupakan bagian dari inisiatif strategis BTN untuk melakukan pemisahan (spin off) Unit Usaha Syariah (UUS) atau BTN Syariah menjadi Bank Umum Syariah (BUS).
“Sehingga memenuhi peraturan regulator dan perundang-undangan negara,” kata Nixon LP Napitupulu.
Dia menambahkan, proses spin off BTN Syariah direncanakan dapat berlangsung sekitar Oktober hingga November 2025.
“Setelah spin off, diharapkan BTN Syariah yang digabungkan dengan BVIS akan menjadi lebih besar. Kami sudah berjanji kepada Menteri BUMN (Erick Thohir) bahwa bank syariah baru ini ditargetkan untuk menjadi bank syariah terbesar kedua dalam kurun waktu yang tidak lama, dengan bisnis yang efisien, inklusif, dan berbasis nilai-nilai syariah,” kata Nixon.
Baca juga: BTN Siap Merogoh Kocek Nyaris Rp1,6 Triliun buat Bayar Utang Obligasi
Direktur Utama Victoria Investama Aldo Jusuf Tjahaja mengatakan, pihaknya optimistis bahwa BVIS di bawah naungan BTN akan menjadi lembaga keuangan syariah yang bertumbuh dan lebih kompetitif di masa yang akan datang.
Langkah strategis ini, kata Aldo, akan membuka peluang besar bagi para pemain lainnya untuk memperkuat ekosistem perbankan syariah Indonesia.
“Harapan kami BVIS akan menjadi salah satu institusi pemain kuat di perbankan syariah Indonesia. Semoga kolaborasi ini dapat menjadi kemitraan strategis bersama dan mampu mendukung ekonomi masyarakat dan khususnya ekonomi nasional melalui sektor jasa keuangan syariah,” ujar Aldo.
Fakta menarik lainnya adalah bahwa aksi korporasi ini dapat mendukung pencapaian visi BTN untuk menjadikan BTN Syariah menjadi bank syariah nomor dua terbesar di Indonesia.
Nama dan Digital
Fakta lainnya soal nama untuk bank syariah BTN kelak dan kekuatan digital.
Nixon mengungkapkan, BUS gabungan BTN Syariah dan BVIS nantinya memiliki nama baru yang ditentukan oleh Presiden Prabowo Subianto berdasarkan usulan BTN dan Menteri BUMN, serta diharapkan bank baru ini akan diresmikan dan beroperasi setidaknya sebelum tahun 2025 berakhir.
“Namun kami tidak dapat menyebutkan calon namanya sekarang karena ada unsur legal. Nantinya perlu dilakukan Rapat Umum Pemegang Saham baik di BTN maupun Bank Victoria Syariah karena akan ada perubahan anggaran dasar, merk, dan lain-lainnya,” tukas Nixon.
Baca juga: BTN Syariah Bidik Peningkatan Pembiayaan Rumah 48 Persen
“Untuk memenuhi kategori BUKU 2 dan Capital Adequacy Ratio (CAR)-nya kita buat mirip dengan kondisi BTN hari ini, yaitu berkisar 18-19 persen, sehingga bank baru ini nantinya bisa langsung ekspansi,” jelas Nixon.
Fakta lain BTN jatuh hati memilih untuk mengakuisisi BVIS dan menggabungkannya dengan BTN Syariah ketimbang membangun bank baru karena prosesnya yang lebih mudah dan lebih cepat.
Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 12 Tahun 2023 dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, sebuah unit usaha syariah diwajibkan untuk dipisahkan dari induk bank konvensionalnya jika nilai asetnya mencapai 50 persen dari total nilai aset induknya atau memiliki aset paling sedikit Rp50 triliun.
Pada akhir 2023, total aset BTN Syariah telah mencapai Rp54,28 triliun, sehingga BTN Syariah wajib spin off dalam kurun waktu dua tahun setelah laporan keuangan tersebut, yakni sebelum tahun 2025 berakhir.
“Pada Oktober tahun ini mungkin asetnya sudah mencapai berkisar Rp65-67 triliun, jadi nantinya dengan adanya bank syariah BUKU 2 yang baru, Indonesia akan punya ekosistem perbankan syariah yang lebih baik. Sebab market perbankan syariah ini besar, tidak mungkin hanya dilayani satu pemain saja,” ujar Nixon.
Sementara itu, corporate plan yang telah disiapkan BTN untuk BTN Syariah selama kurun waktu 2-3 tahun ke depan, bank syariah baru ini diharapkan akan menjadi bank yang berfokus pada digital meskipun core business-nya masih di sektor perumahan.
Baca juga: Kiprah BTN Syariah
BTN Syariah dan BVIS akan saling mengintegrasikan teknologi informasi, sumber daya manusia (SDM), model bisnis, dan tata kelola berdasarkan road map menjadi bank syariah yang progresif dan mengedepankan digital sharia banking.
Dengan basis digital yang kuat ini, BTN Syariah akan lebih menguasai area consumer banking dan retail banking.
“Business process-nya akan digital, bahkan lebih digital dibanding induknya, sehingga kami akan hire banyak orang IT untuk menjadikan bank ini lebih kuat di digital sharia banking,” jelas Nixon.
Direktur Risk Management BTN Setiyo Wibowo menambahkan, fokus bisnis BTN Syariah nantinya melayani dua segmen yang selama ini loyalitasnya cukup tinggi terhadap perbankan syariah, yaitu segmen masyarakat syariah yang konformis dan segmen konservatif, sehingga mereka berminat untuk ber-bank di BTN Syariah.
“Untuk bisa masuk ke dua segmen itu perlu perbaikan digital, teknologi, dan lain-lain sehingga produk dan layanan syariah yang ada dapat dilayani dengan proses digital,” kata Setiyo.
(*)