Jakarta, landbank.co.id – Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) optimistis kuota rumah subsidi berskema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) tahun 2025 sebesar 350 ribu unit dapat terealisasi.
“Kami optimistis kuota FLPP sebanyak 350 ribu rumah subsidi dapat terealisasi. Kami akan bekerja keras untuk ikut mewujudkan target pemerintah tersebut,” jelas Junaidi Abdillah, ketua umum DPP Apersi menjawab pertanyaan landbank.co.id di Jakarta, Jumat, 20 Juni 2025.
Dia menambahkan, sebanyak 3.100 anggota aktif Apersi akan bekerja maksimal untuk turut membantu pemerintah dalam penyediaan rumah layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
“Anggota aktif Apersi adalah mereka yang sudah memiliki proyek dan lahan untuk pembangunan rumah subsidi,” tegas Junaidi.
Apersi yang pada 2024 menjadi asosiasi pengembang terbesar kedua dalam membangun rumah subsidi, menilai target kuota FLPP 350 ribu harus terealisasi karena akan berpengaruh terhadap penepatan kuota pada tahun-tahun mendatang.
“Apalagi kuota tahun 2025 tersebut merupakan tambahan dari semula 220 ribu menjadi 350 ribu yang diperjuangkan oleh Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) sehingga harus kita wujudkan,” tutur Junaidi.
Baca juga: Soal Ukuran Rumah Subsidi 18 Meter Persegi, Maruarar: Belum Final
Sekretaris Jenderal DPP Apersi, Dedi Indrasetiawan menambahkan, penambahan kuota itu menjadi angin segar bagi para pengembang, termasuk untuk Apersi.
“Biasanya, jelang pertengahan tahun, kami deg-degan, apakah kuota masih tersedia atau tidak, tapi kali ini ada kuota berlebih. Tinggal bagaimana caranya agar dapat terserap pasar,” kata Dedi.
Data yang dihimpun landbank.co.id dari Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) dan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera), dalam rentang 10 tahun terakhir, yakni 2015-2024 terlihat rata-rata realisasi KPR FLPP sebanyak 119.886 rumah subsidi per tahun.
Menurut Junaidi, dalam merealisasikan kuota FLPP sebesar 350 ribu rumah subsidi dibutuhkan dukungan dari pemerintah, baik dari sisi pasokan (supply), maupun dari sisi permintaan (demand).
Dia mencontohkan, dari sisi supply dukungan proses perizinan yang lebih mudah dan cepat, serta ketersediaan lahan dengan harga terjangkau.
“Sehingga pengembang mendapat kepastian hukum dalam membangun dan biaya produksi lebih terjangkau,” papar Junaidi.
Baca juga: Kelompok Usia Muda Dominasi Penyerapan KPR FLPP 2025
Dari sisi demand, tambah dia, perlu adanya relaksasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenai Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) atau SLIK OJK.
“Maklum, saat ini, rata-rata sebanyak 70 persen konsumen yang mengajukan kredit pemilikan rumah (KPR) tidak lolos BI checking karena terkait pinjaman online,” tutur dia.
Ukuran Rumah Subsidi
Sementara itu, Junaidi menilai, rencana pemerintah menambah pilihan rumah subsidi dengan ukuran luas 18 meter persegi (m2), merupakan niat baik pemerintah agar pilihan menjadi beragam sekaligus membuat harga lebih terjangkau.
“Kami melihat niatnya baik, namun ukuran luas baru itu harus selaras dengan ketentuan perundangan yang ada,” kata dia.
Dedi menambahkan, kalau memang regulasinya sesuai dan pengembang diminta membangun, tentu akan dibangun.
“Hanya saja apakah akan diserap pasar, kita perlu uji dulu di lapangan,” ujarnya.
Sebagaimana diberitakan landbank.co.id, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait pernah menegaskan bahwa saat ini pihaknya masih dalam tahap menerima masukan dari berbagai pihak.
“Belum ada keputusan apapun (soal ukuran rumah 18 m2) hari ini,” ujar Ara usai menghadiri penandatanganan nota kesepahaman (MoU) di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu, 18 Juni 2025.
Dia juga menyampaikan, bahwa pihaknya masih dalam tahap menerima masukan dari publik.
Baca juga: Menteri PKP Tinjau Rumah Subsidi Usulan Lippo
“Saya sekarang dalam tahapan menerima masukan. Nanti pada saatnya kita putuskan. Seperti hal nya rumah contoh dari Lippo, masih tahap percontohan belum final,” ujar dia.
Maruarar mengungkapkan bahwa berbagai masukan dan kritik telah diterima, mulai dari aspek ukuran rumah, desain, hingga pembiayaan dan lokasi.
Dia menyebut, keterlibatan publik sangat penting dalam perumusan kebijakan rumah subsidi agar keputusan yang diambil nantinya benar-benar sesuai kebutuhan masyarakat.
“Menurut saya, apa yang saya lakukan itu adalah langkah untuk mendengar suara publik. Kita harus mendengarkan, termasuk kritik. Ada yang pro-kontra, ya biasa saja,” ujarnya.
Sebagai bentuk transparansi, pemerintah juga telah menyiapkan rumah contoh dengan ukuran terbaru.
“Hal ini dimaksudkan agar masyarakat bisa secara langsung menilai dan memilih rumah yang sesuai dengan preferensi masing-masing, baik dari sisi lokasi maupun ukuran. Sebab, tentu kami ingin rumah subsidi yang layak dihuni untuk jangka yang panjang,” tutur Ara.
Baca juga: Dana Kuota FLPP 350 Ribu Unit Sudah Tersedia
Ara menambahkan bahwa ada fleksibilitas dalam pemilihan rumah.
“Masyarakat bisa memilih, apakah ingin rumah yang lebih kecil tapi berada di tengah kota, atau rumah lebih luas namun berlokasi agak jauh,” katanya.
Sebagai informasi, dalam draf kebijakan yang tengah digodok, pemerintah berencana menetapkan luas tanah rumah subsidi mulai dari 25 meter persegi hingga 200 meter persegi.
Sementara itu, untuk luas bangunan rumah subsidi, direncanakan memiliki ukuran minimal 18 m2 dan maksimal 36 m2.
(*)