Jakarta, landbank.co.id– Penerapan konsep bangunan hijau (green building) di sektor perkantoran Jakarta bergerak cukup massif belakangan ini.
Bahkan, konsep green building dinilai menjadi pembeda diantara gedung perkantoran yang belum menerapkan lingkungan hidup yang berkelanjutan.
“Green building menjadi diferensiasi penting di tengah pasar ruang perkantoran yang kompetitif dengan pasokan yang berlebih di Jakarta,” tutur Willson Kalip, country head Knight Frank Indonesia, Jumat, 19 Desember 2025.
Saat ini, dalam catatan Knight Frank Indonesia, gedung perkantoran hijau (green office) di pusat kawasan bisnis (central business district/CBD) Jakarta tidak lagi sekadar sertifikasi.
Baca juga: Okupansi Green Office Nyaris 80 Persen
“Tapi, green office telah dipahami lebih baik, diartikan sebagai bentuk efisiensi operasional gedung, baik melalui efisiensi penggunaan air dan listrik, pemantauan dalam penggunaan energi, pengurangan emisi karbon, pemilihan bahan bangunan yang lebih ramah lingkungan, termasuk mobilisasi/transportasi karyawan,” dilansir keterangan tertulis konsultan properti tersebut.
Pada awal 2025, masih mengutip data Knight Frank Indonesia, setidaknya sekitar 351.000 meter persegi (m2) ruang kantor berada dalam proses pengajuan sertifikat hijau di CBD Jakarta, jumlah tersebut akan menambah pasokan green office di CBD Jakarta, yang sampai akhir tahun ini pasokannya mencapai 37 persen dari total ruang perkantoran yang ada di CBD Jakarta.
Dalam perjalanannya, pasokan green office tumbuh secara bertahap, ketersediaan berada pada kisaran di bawah 1 juta meter persegi pada periode 2019-2020, dan terus bertambah secara bertahap, hingga akhir tahun 2025 mencapai 2,7 juta meter persegi.
Meski progresif, namun eksistensi gedung perkantoran hijau di CBD Jakarta belum mendominasi pasokan, yang saat ini berada di kisaran 7,3 juta meter persegi.
Baca juga: Perhatikan Langkah-langkah Ini untuk Mendukung Net Zero Building
Dalam pantauan Knight Frank, kondisi green office yang semakin matang direfleksikan dari permintaan yang cukup kuat datang dari tenant yang memiliki komitmen terhadap lingkungan, sosial, dan tata kelola (environment, social, governance/ESG), di antaranya adalah perusahaan multinasional.
Selain itu, komitmen pemilik gedung dituangkan dalam surat perjanjian sewa dalam pasal-pasal hijau.





