Tantangan terakhir adalah biaya operasional dan desain yang tinggi. Peningkatan permintaan terhadap data centre berbasis AI diperkirakan menyebabkan peningkatan penggunaan daya sebesar 165 persen di kawasan Asia-Pasifik hingga tahun 2030, yang akan menambah beban pada infrastruktur.
Di Indonesia, kombinasi antara beban kerja AI dan tantangan infrastruktur, serta kebutuhan energi dan pendinginan yang lebih tinggi, mendorong biaya operasional dan desain menjadi 2-3 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan data centre tradisional.
Untuk mengatasi tantangan ini, laporan Turner & Townsend menyarankan klien untuk meninjau model pengadaan mereka guna memperkuat rantai pasokan dan memastikan pengiriman tepat waktu pada data centre berbasis AI.
Selain itu, inovasi akan menjadi kunci dalam mengembangkan desain yang efisien energi dan mengurangi risiko keterlambatan koneksi listrik, sehingga industri dapat mengikuti permintaan infrastruktur AI yang terus meningkat.
Baca juga: Antrean Pelaku Data Center Beli Lahan Masih Kelihatan
“Indonesia, dengan karakteristik pertumbuhan tinggi, berlimpah sumber daya, dan semakin siap untuk AI, tetap menjadi pasar kunci di Asia Tenggara untuk pembangunan data centre,” kata Sumit Mukherjee, managing director for Real Estate in Asia at Turner & Townsend dikutip Sabtu, 8 November 2025.
Dia menambahkan, meskipun peringkat biaya konstruksinya telah menurun, permintaan yang terus meningkat akan infrastruktur yang siap untuk AI memberikan tekanan signifikan pada struktur biaya dan kapasitas jaringan listrik yang ada.
“Untuk tetap kompetitif, Indonesia harus terus berinvestasi dalam peningkatan infrastrukturnya guna memenuhi permintaan industri,” ujar dia.
Sementara itu, Data Centres Sector Lead North America, Turner & Townsend, Paul Barry, berpendapat bahwa data centre semakin menjadi prioritas utama dalam ambisi kebijakan jangka panjang banyak pemerintah, dan signifikansinya semakin dipahami dan diakui memberikan peluang yang lebih besar bagi klien di sektor ini.
“Namun, laporan kami menyoroti tantangan kunci yang harus diatasi untuk menghindari hambatan terhadap investasi dan manfaat transformasi AI,” tuturnya.
“Ketersediaan listrik tetap menjadi hambatan kritis, dengan waktu tunggu yang lama untuk koneksi jaringan listrik sebagai kendala utama. Persaingan untuk mendapatkan listrik juga semakin ketat akibat peningkatan permintaan dari bisnis dan konsumen, yang menambah tekanan pada jaringan listrik,” tambah dia.
Dia menegaskan, developer dan operator harus beradaptasi dengan cepat terhadap lanskap pasar yang terus berubah.
Baca juga: Gedung Data Center BMKG Rampung, WEGE: Tahan Gempa
“Data centre AI lebih canggih, lebih besar, dan oleh karena itu, lebih mahal. Mereka membutuhkan pasokan listrik yang lebih besar dan solusi pendinginan modern. Klien perlu mengatasi dilema pasokan listrik dengan lebih terbuka terhadap solusi desain off-grid, sambil memastikan rantai pasokan yang andal yang mampu menyediakan teknologi dan talenta yang dibutuhkan untuk gelombang baru data centre ini,” ujar Paul Barry.
Selain itu, di antara pasar di Asia Pasifik, Malaysia (Rp189.879 per watt) dan Mumbai (Rp110.888 per watt) juga menandakan potensi investasi dan ekspansi yang kuat.
(*)





