Jakarta, landbank.co.id– Konsultan properti Colliers Indonesia menyebutkan bahwa sepanjang kuartal pertama 2025, harga tanah industri relatif stabil, tanpa fluktuasi yang signifikan.
Perubahan harga tanah sebagian besar didorong oleh volatilitas nilai tukar antara Rupiah dan Dolar Amerika Serikat, bukan oleh fundamental pasar.
“Di Kota Bandung, harga tanah rata-rata berkisar sekitar Rp3 juta per meter persegi, meskipun nilai transaksi yang lebih tinggi telah diamati dalam kasus-kasus tertentu, yang dipengaruhi oleh ketersediaan tanah dan urgensi pembeli,” dilansir riset Colliers Indonesia.
Di Kota Karawang, harga tanah berkisar antara US$165 hingga US$175 per meter persegi, dengan tren stabil setelah penyesuaian harga pada tahun sebelumnya.
“Setiap pergerakan naik pada 2025 diperkirakan moderat, tidak mungkin melebihi 5 persen,” dikutip dari riset Colliers Indonesia.
Relokasi dan Harga Tanah
Colliers Indonesia menyatakan ketegangan perdagangan yang sedang berlangsung antara Amerika Serikat dan Tiongkok telah memicu perubahan besar dalam lanskap manufaktur global.
Pengenaan tarif tinggi pada ekspor Tiongkok ke AS telah secara signifikan meningkatkan biaya produksi bagi perusahaan yang beroperasi di Tiongkok.
Hal ini telah mendorong banyak perusahaan multinasional untuk mengevaluasi kembali strategi manufaktur dan distribusi mereka. Dalam upaya untuk mengurangi ketergantungan pada Tiongkok dan mengurangi biaya, beberapa perusahaan secara aktif mempertimbangkan untuk merelokasi fasilitas produksi mereka ke negara-negara yang lebih hemat biaya dan netral tarif.
Vietnam, Thailand, dan Indonesia telah muncul sebagai kandidat utama dalam lanskap relokasi yang terus berkembang ini.
Hal ini menghadirkan peluang besar bagi Indonesia—terutama di sektor manufaktur utama seperti elektronik, tekstil, dan otomotif.
Posisi geografis negara yang strategis, pasokan tenaga kerja yang melimpah, dan sikap netral dalam konflik perdagangan AS-Tiongkok telah meningkatkan daya tariknya dalam rantai pasokan global. Dampak tidak langsung dari pergeseran manufaktur ini sudah terasa di pasar properti industri Indonesia.
Meningkatnya potensi relokasi dan ekspansi bisnis mendorong permintaan lahan industri, ruang pabrik, dan gudang.
“Jika tren ini terus berlanjut, harga lahan industri dapat meningkat lebih lanjut, terutama di daerah yang berlokasi strategis dengan pasokan terbatas. Meskipun demikian, beberapa tantangan struktural tetap ada,” dilansir riset Colliers Indonesia.
Dibandingkan dengan Vietnam dan Thailand, Indonesia terus menghadapi masalah yang terkait dengan inefisiensi birokrasi, keterlambatan pencairan insentif fiskal, dan pembangunan infrastruktur yang tidak merata.
Kompleksitas regulasi juga sering kali menghambat realisasi komitmen investasi. Untuk bersaing secara efektif dan memanfaatkan peluang yang muncul dari penataan kembali rantai pasokan global, Indonesia harus melakukan reformasi struktural yang komprehensif.
Penyederhanaan prosedur perizinan, percepatan perbaikan infrastruktur, dan pemberian insentif yang lebih kompetitif merupakan prasyarat penting untuk memperkuat daya saing kawasan industri nasional di tengah persaingan regional yang semakin ketat.
Penjualan Lahan
Sementara itu, data Colliers Indonesia memerlihatkan, total penjualan lahan industri pada kuartal pertama 2025 mencapai 54,06 hektare—mengalami penurunan dibandingkan kuartal keempat 2024, namun masih lebih tinggi dibandingkan kuartal pertama pada 2024.
Volume transaksi terbesar tercatat di Greenland International Industrial Center (GIIC), dengan penjualan sebesar 14,2 hektare, yang didominasi oleh dua operator data center (12,2 hektare) dan satu perusahaan pengolahan makanan (2 hektare).
“Dari perspektif sektoral, data center tetap menjadi pendorong utama permintaan lahan, diikuti oleh sektor tekstil, peralatan kantor, bahan bangunan, pengolahan makanan, serta logistik dan pergudangan,” kata Ferry Salanto, head of Research Colliers Indonesia dikutip Jumat, 27 Juni 2025.
Ferry menambahkan, meskipun masih di awal tahun, indikator awal menunjukkan bahwa sektor data center dan logistik akan terus menjadi penopang kinerja kawasan industri sepanjang tahun 2025.
Meskipun aktivitas relatif moderat, tren permintaan dan prospek ekspansi di wilayah Jabodetabek tetap menunjukkan perkembangan yang meyakinkan.
Minat yang tinggi dari investor global—terutama dari China—yang didukung oleh pertumbuhan di sektor-sektor strategis, merupakan sebuah momentum yang signifikan. Pergeseran geografis dalam pengembangan ke arah timur dan barat Jakarta—termasuk Subang, Karawang, dan Serang—membuka peluang baru bagi kawasan industri untuk siap menangkap gelombang investasi berikutnya.
(*)