Pihaknya menganggap solusi tersebut sangat krusial karena setiap kali gempa terjadi, kerusakan rumah akan selalu berbanding lurus dengan banyaknya korban jiwa. Hal ini dapat dibuktikan setidaknya melalui data BNPB tiga tahun terakhir.

BNPB mencatat pada tahun 2021 terdapat 37.422 rumah rusak dengan 122 korban jiwa.

Selanjutnya tahun 2022, jumlah rumah rusak meningkat menjadi 68.644 dengan 638 korban jiwa, sementara pada 2023, tercatat 4.704 rumah rusak dengan 6 korban jiwa.

Abdul menekankan bahwa melalui pendekatan preventif dalam pembangunan rumah tahan gempa seperti ini tidak hanya akan mengurangi jumlah korban di masa mendatang, tetapi juga menghemat anggaran rehabilitasi-rekonstruksi.

Selama ini, anggaran rehabilitasi-rekonstruksi yang dikeluarkan pemerintah pusat melalui BNPB mencapai berkisar Rp15-60 juta per rumah yang rusak akibat bencana.

 

(*)