Tak hanya soal pertanahan, pembahasan Rakor juga merambah ke isu strategis tata ruang, termasuk penyelarasan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) provinsi dan kabupaten/kota, serta penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) di tingkat kecamatan.
Menteri Nusron menilai, RDTR sangat krusial untuk mendukung kemudahan investasi dan proses perizinan yang lebih efisien.
“RDTR yang dibutuhkan di Sulut itu minimal 62, yang sudah jadi baru tiga. Artinya baru sekitar 4 persen. Karena itu, kita tadi komitmen bersama-sama, meskipun biayanya besar, akan kita tanggung bersama,” jelas Menteri Nusron.
Pembiayaan penyusunan RDTR itu akan dibagi secara proporsional, yakni sepertiga ditanggung pemerintah pusat, sepertiga oleh pemerintah provinsi, dan sepertiga sisanya oleh pemerintah kabupaten/kota.
Skema ini diyakini Menteri Nusron dapat mempercepat ketersediaan dokumen tata ruang yang dibutuhkan untuk mendukung pembangunan dan investasi.
Di sisi lain, sepanjang 2024, layanan pertanahan berkontribusi pada ekonomi Sulawesi Utara melalui penerimaan BPHTB sebesar Rp124,4 miliar dan pencatatan Hak Tanggungan senilai Rp4,2 triliun. Dari total 7,8 juta layanan secara nasional, sekitar 52.000 di antaranya diberikan di Sulut.
Baca juga: Penyelesaian Konflik Agraria Berbasis HAM Mendapat Perhatian
Bersama dengan para kepala daerah yang hadir dalam Rakor tersebut Menteri Nusron membahas berbagai persoalan pertanahan.
Di antaranya soal pemanfaatan Hak Guna Usaha (HGU) yang telah habis masa berlakunya, penyelesaian sengketa tanah, serta percepatan sertipikasi aset milik daerah yang hingga kini masih banyak belum tercatat secara hukum.
(*)





