Jakarta, landbank.co.id – Hari Bumi sedunia diperingati setiap tanggal 22 April, berbagai kegiatan atau perayaan dilakukan seperti menanam pohon untuk menghijaukan Bumi.
Hari Bumi sedunia juga dijadikan momentum untuk kembali menumbuhkan rasa kesadaran diri dan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan.
Tema Hari Bumi tahun 2025, menurut informasi dari situs Earth day, adalah “Our Power, Our Planet” yang artinya “Kekuatan Kita, Planet Kita”.
Tema ini mengajak seluruh masyarakat dunia untuk bersama-sama mengambil peran aktif dalam menjaga dan memulihkan bumi melalui penggunaan energi terbarukan.
Semua orang didorong untuk ikut serta dalam mendorong perubahan, termasuk mendesak pemerintah dan pelaku industri agar mempercepat penggunaan energi terbarukan, seperti tenaga surya, angin, air, panas bumi, hingga pasang surut laut.
Tak hanya itu, tindakan kecil mulai dari rumah, sekolah, atau lingkungan kerja juga bisa dilakukn untuk menjaga Bumi dengan melakukan penghematan energi.
Hari Bumi tahun ini merupakan peringatan ke-55 sejak pertama kali digelar.
Sejarah Hari Bumi
Melansir laman Earth Day, Hari Bumi pertama kali digelar pada 1970 oleh Senator Gaylord Nelson dari Wisconsin, Amerika Serikat.
Momen ini dimaksudkan sebagai perayaan tahunan untuk menghargai berbagai pencapaian dalam gerakan pelestarian lingkungan, sekaligus meningkatkan kesadaran tentang pentingnya menjaga sumber daya alam demi masa depan.
Inspirasi Nelson muncul dari insiden tumpahan minyak besar yang terjadi di Santa Barbara, California, pada Januari 1969. Peristiwa tersebut menjadi salah satu bencana lingkungan terbesar di Amerika kala itu, bahkan hingga kini tercatat sebagai yang terparah di wilayah California. Kejadian tersebut mendorong Nelson untuk menginisiasi gerakan perlindungan lingkungan.
Melihat semangat mahasiswa dalam demonstrasi menentang perang saat itu, Nelson pun terdorong untuk mengangkat isu lingkungan melalui pendekatan serupa. Ia mencetuskan ide agar para dosen dan mahasiswa menggelar diskusi khusus terkait kondisi lingkungan.
Tanggal 22 April 1970 dipilih sebagai waktu yang tepat, karena berada di antara masa libur musim semi dan ujian akhir semester, sehingga memungkinkan banyak mahasiswa untuk terlibat.
Gagasan ini berkembang pesat dan sukses menarik perhatian jutaan warga Amerika. Pada Hari Bumi pertama, masyarakat ikut serta dalam berbagai aksi seperti pembersihan sungai, unjuk rasa, dan edukasi lingkungan.
Sejak itu, Hari Bumi tak lagi hanya dirayakan di Amerika, tapi menjadi gerakan global yang mengajak seluruh dunia untuk lebih peduli terhadap keberlangsungan bumi.
Meski umumnya diperingati setiap 22 April, ada pula pihak yang memilih memperingatinya pada momen ekuinoks musim semi, yakni ketika matahari berada tepat di atas garis khatulistiwa. PBB sendiri menetapkan tanggal 20 Maret sebagai Hari Bumi, berdasarkan gagasan John McConnell pada tahun 1969. Tradisi ini dikenal dengan sebutan Ekuinoks Maret.
Saat ini, lebih dari 175 negara merayakan Hari Bumi, yang dikoordinasikan oleh Earth Day Network. Namun di Indonesia, kesadaran tentang Hari Bumi belum sepopuler Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang diperingati setiap 5 Juni.
Meskipun serupa dalam semangatnya, keduanya memiliki latar belakang sejarah yang berbeda. Hari Bumi lahir dari gerakan masyarakat, sementara Hari Lingkungan Hidup Sedunia berasal dari Konferensi PBB di Stockholm tahun 1972, yang juga dihadiri oleh perwakilan Indonesia, Prof. Emil Salim.
Pada intinya, baik Hari Bumi maupun Hari Lingkungan memiliki tujuan yang sama, yakni mengajak masyarakat untuk peduli terhadap kondisi lingkungan yang kian terancam.
(*)