Site icon Landbank.co.id

Peta Kondominium Jakarta dalam Radar Leads Property

Selama Januari hingga Maret 2025, dalam catatan Leads Property tidak ada proyek kondominium baru yang diluncurkan di Jakarta/foto: landbank.co.id

 Jakarta, landbank.co.id– Aroma kehati-hatian para pengembang properti melakoni bisnis hunian vertikal kondominium di Jakarta terekam oleh radar Leads Property.

Selama kuartal pertama 2025, Leads Property menyatakan tidak ada proyek kondominium baru yang diluncurkan di Jakarta.

“Para pengembang masih mempertahankan pendekatan yang hati-hati mengingat melambatnya permintaan serta kekhawatiran terhadap kelebihan pasokan unit,” urai Martin Samuel Hutapea, associate director Research & Consultancy Department Leads Property dalam risetnya dikutip Senin, 16 Juni 2025.

Akibatnya, tambah dia, para pengembang cenderung memprioritaskan penyerapaan stok yang masih tersisa, sehingga pasokan kumulatif tetap stabil pada angka 259.900 unit.

Permintaan kumulatif tercatat sebanyak 215.249 unit, dengan terjualnya 185 unit pada Januari-Maret 2025.

“Dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, permintaan triwulanan pada kuartal ini menunjukkan angka yang kurang lebih sama,” papar Martin Samuel Hutapea.

Baca juga: Penjualan Apartemen Mereka Menyala

Persepsi bahwa investasi pada sektor hunian vertikal kurang menarik menyebabkan investor mengabaikan jenis aset ini, terutama pada segmen pasar massal.

Persaingan ketat dari hunian tapak di wilayah Jabodetabek juga telah menggeser preferensi pembeli. Namun demikian, terdapat satu segmen khusus, yaitu kondominium kelas atas, yang masih mencatat permintaan karena memiliki pasar tersendiri, ditandai dengan kekuatan beli yang tinggi dari para end-user sebagai pembeli utama.

“Meskipun terjadi perlambatan permintaan, tingkat penjualan berhasil meningkat sedikit sebesar 0,1 poin persentase menjadi 82,8 persen secara kuartalan,” jelas Martin.

Angka ini relatif stabil sejak tahun 2021, yang menunjukkan bahwa pasar kondominium di Jakarta dianggap stabil dalam jangka panjang, meskipun permintaannya terbatas.

Kemungkinan besar, kta dia, kondisi ini akan membayangi pasar kondominium Jakarta setidaknya dalam jangka pendek, yakni sekitar tiga tahun ke depan.

Dalam kajian Leads Property, tidak terdapat perubahan signifikan dari sisi harga, di mana harga di kawasan pusat bisnis (central business district/CBD) Jakarta naik sedikit sebesar 0,3 persen secara kuartalan.

Baca juga: Isi Lengkap PMK No 13 Tahun 2025 tentang PPN DTP

“Sedangkan kawasan utama lainnya juga menunjukkan kenaikan yang tidak signifikan sebesar 0,2 persen secara kuartalan, masing-masing mencatat harga sebesar Rp57,7 juta per meter persegi dan Rp47,6 juta per meter persegi,” urai Martin.

Dia menegaskan, karena inventaris yang belum terjual masih tinggi, harga tetap relatif stabil. Kondisi di mana biaya konstruksi tinggi serta kinerja penjualan yang lambat membuat pengembang lebih berhati-hati dalam meluncurkan proyek baru.

Menurut Martin, selama sentimen pembelian di sektor kondominium belum membaik, para pengembang belum cukup percaya diri untuk mengambil risiko dalam mengembangkan proyek baru.

Selain itu, dengan mempertimbangkan ketidakpastian ekonomi saat ini dan juga isu daya beli pada segmen pasar massal, peningkatan kinerja penjualan menjadi tantangan tersendiri bagi para pengembang, meskipun beberapa indikator pendukung telah tersedia, seperti suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) yang kompetitif dan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) yang diperpanjang untuk unit hunian yang sudah ada.

Terkait PPN DTP, insentif ini diberikan 100 persen untuk harga jual sampai dengan Rp2 miliar dengan serah terima dalam rentang 1 Januari 2025 sampai dengan 30 Juni 2025.

Baca juga: Leads Property: Ada 10.444 Apartemen Sewa di Jakarta

Lalu, untuk serah terima rentang 1 Juli 2025 sampai dengan 31 Desember 2025, insentif PPN DTP sebesar 50 persen harga jual sampai dengan Rp2 miliar.

Martin mengatakan, agar permintaan meningkat, pembeli perlu untuk lebih mempertimbangkan untuk memilih hunian vertikal di Jakarta dibandingkan rumah tapak di pinggiran kota dengan kisaran harga yang lebih rendah.

“Perlu dicatat bahwa strategi pemberian diskon harga yang signifikan (misalkan hingga 20 persen) mungkin perlu diuji kembali, karena strategi ini terbukti berhasil dalam menyerap permintaan, sebagaimana dilakukan oleh para pengembang pada tahun 2021–2022,” saran Martin.

 

(*)

Exit mobile version