Jakarta, landbank.co.id– Pendapatan PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) dari bisnis hotel terlihat mengerem sejenak pada kuartal pertama 2025 menyusul penutupan sementara Hotel Melia Bali.
Mengutip keterangan manajemen PT Surya Semesta Internusa Tbk, pendapatan dari bisnis hotel tercatat sebesar Rp99,6 miliar per akhir Maret 2025, turun 57,3 persen secara tahunan.
Maklum, per akhir Maret 2024, PT Surya Semesta Internusa Tbk membungkus pendapatan dari bisnis hotel sebesar Rp233,2 miliar.
“Hal ini disebabkan oleh adanya penutupan sementara Hotel Melia Bali untuk renovasi yang dimulai pada Oktober 2024,” ujar manajemen PT Surya Semesta Internusa Tbk dikutip Kamis, 8 Mei 2025.
Menurut manajemen emiten berkode saham SSIA ini meskipun segmen perhotelan mengalami penurunan sementara akibat renovasi yang telah direncanakan, pihaknya memandang hal ini sebagai investasi strategis untuk meningkatkan portofolio hotel.
“Selain itu, untuk meraih nilai tambah yang lebih tinggi dalam jangka menengah,” papar manajemen SSIA.
Baca juga: Hotel Baru Berdatangan, Jakarta Masih Menghadapi Tantangan
Sementara itu, tingkat hunian atau tingkat keterisian kamar hotel milik SSIA cukup beragam sepanjang tiga bulan pertama 2025.
Gran Melia Jakarta (GMJ) mencatat tingkat keterisian sebesar 37,1 persen pada triwulan I/2025, turun dari 62,6 persen pada triwulan sama tahun 1Q24.
Namun, jelas manajemen SSIA, rata-rata tarif kamar (average rate room/ARR) naik menjadi Rp1,33 juta dari Rp1,06 juta per akhir Maret 2024
Lalu, Umana Bali, LXR Hotels & Resorts (LXR), melaporkan tingkat keterisian 40,8 persen pada tiga bulan pertama 2025, naik dari 29,0 persen dari periode sama 2024.
ARR Umana Bali, LXR Hotels & Resort (LXR) pada tiga bulan pertama 2025 sebesar Rp8,99 juta, sedikit turun dari Rp9,19 juta pada periode sama 2024.
Selain itu, per akhir Maret 2025, BATIQA Hotels mencapai tingkat keterisian 63,5 persen dengan ARR Rp383 ribu, dibandingkan tingkat keterisian 64,3 persen dan ARR Rp356 ribu per akhir Maret 2024.
Baca juga: Bisnis Hotel Red Planet Indonesia Tumbuh 8 Persen
Mengutip laman Perseroan, SSIA melakoni bisnis hotel atau hospitality lewat 10 properti.
Saat ini, hotel milik SSIA mencakup dua hotel bintang lima di bawah bendera PT Suryalaya Anindita Inernational (SAI), yakni Gran Melia Jakarta dan Melia Bali Hotel.
Lalu, tujuh hotel dengan merek Batiqa di bawah naungan PT BATIQA Hotel Manajemen (BHM Hospitality).
Target Travelio
Sementara itu, platform digital manajemen residensial milik SSIA, Travelio.com, mencatat pertumbuhan Gross Merchandise Value (GMV) sekitar 14 persen per akhir Maret 2025 dibandingkan periode sama 2024 (year on year/YoY) dan menargetkan pertumbuhan sekitar 35 persen hingga akhir 2025.
Travelio merupakan perusahaan penyewaan properti daring inovatif yang menawarkan opsi sewa jangka pendek, menengah, dan panjang untuk apartemen serta rumah di 14 kota utama di Indonesia.
Platform ini didukung oleh perusahaan investasi seperti Temasek Holding’s Pavillion Capital di Singapura, Mirae Asset, Samsung Ventures, dan Gobi Partners.
Hingga akhir Maret 2025, Travelio sebagai platform manajemen hunian privat terbesar di Indonesia, secara eksklusif mengelola 15.472 unit apartemen dan diperkirakan akan mencapai lebih dari 17.000 unit pada akhir 2025.
Di sisi lain, SSIA membukukan pendapatan konsolidasi sebesar Rp1,07 triliun pada kuartal pertama 2025 atau turun tipis sebesar 2,1 persen bila dibandingkan Rp1,09 triliun pada periode yang sama setahun sebelumnya.
Laba kotor SSIA per akhir Maret 2025 turun 35,0 persen secara tahunan menjadi Rp199,5 miliar, dibandingkan Rp307,0 miliar per akhir Maret 2024.
Lalu, SSIA mencatat EBITDA sebesar Rp36,3 miliar pada tiga bulan pertama 2025, turun dari Rp147,1 miliar pada periode sama 2024.
Baca juga: Bisnis Hotel SSIA Pecahkan Rekor, Raup Rp943,4 Miliar
“Penurunan ini terutama disebabkan penurunan kinerja pada segmen perhotelan akibat aktivitas renovasi yang sedang berlangsung. EBITDA segmen ini turun sebesar Rp90,0 miliar secara tahunan,” jelas manajemen SSIA.
Di sisi lain, Perseroan membukukan rugi bersih konsolidasian sebesar Rp21,7 miliar per akhir Maret 2025, dibandingkan rugi bersih sebesar Rp14,9 miliar pada periode yang sama setahun sebelumnya.
(*)