Jakarta, landbank.co.id– Raja penyaluran kredit pemilikan rumah berskema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP), PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) kian perkasa.
Keperkasaan BTN itu terlihat dari pangsa pasar penyaluran KPR FLPP yang kian membesar pada 2024 jika dibandingkan dengan setahun sebelumnya.
Pada 2023, BTN pangsa pasar nilai KPR FLPP menyentuh 70,53 persen dari total pembiayaan rumah subsidi besutan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) itu.
Kini, per 6 Desember 2024, BTN menguasai 73,67 persen nilai penyaluran KPR FLPP atau setara sekitar Rp17,91 triliun.
Bahkan, dari sisi unit yang dibiayai, pangsa pasar KPR FLPP BTN lebih dominan, yakni sebesar 73,84 persen.
Angka itu menggelembung. Maklum, pada 2023, pangsa pasar unit yang dibiayai KPR FLPP BTN masih di level 70,49 persen.
Posisi pangsa pasar BTN per 6 Desember 2024 itu menjadi puncak sepanjang rentang tiga tahun terakhir.
Maklum, mengutip data BP Tapera, pada 2022, pangsa pasar nilai KPR FLPP BTN masih berada di level 66,72 persen.
Untuk dari sisi unit yang dibiayai, pangsa pasar BTN pada 2022 di posisi 66,65 persen.
Total realisasi KPR FLPP secara nasional pada 2022 masing-masing Rp 25,15 triliun untuk pembiayaan 226.000 rumah.
Pada 2023, nilai dan jumlahnya mencakup Rp26,32 triliun dan 229 ribu rumah.
Kuota 2025
Sementara itu, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait pernah mengatakan bahwa pihaknya mengusulkan tambahan kuota FLPP pada 2025.
Dalam RAPBN 2025 terlihat bahwa kuota FLPP yang diusulkan senilai Rp28,27 triliun untuk membiayai sebanyak 220 ribu rumah.
“Kami usulkan kuota FLPP tahun 2025 menjadi sebanyak 800 ribu unit. Program FLPP selama ini disukai oleh semua stakeholder perumahan, tapi kuotanya terbatas,” kata Menteri PKP di Jakarta, baru-baru ini.
Di sisi lain, berdasarkan rencana Kementerian PKP, skema pembagian porsi pembiayaan FLPP tahun 2025 akan diubah menjadi 50 persen dari negara dan 50 persen dari perbankan agar tidak membebani keuangan negara.
Lalu, akan ada penambahan masa atau tenor kredit menjadi 30 tahun agar angsuran menjadi lebih terjangkau bagi masyarakat.
Saat ini, pembagian proporsi dukungan FLPP masih 75 persen berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan 25 persen dari perbankan, dan tenor selama 20 tahun.
Sementara itu, manajemen BTN menyampaikan kesiapannya untuk mendukung rencana Kementerian PKP menaikkan kuota FLPP.
“Kami menyambut baik ada upaya menaikkan kuota KPR Subsidi dari biasanya sekitar 200.000 menjadi 800.000 unit. Kami sedang mendiskusikannya secara teknis untuk pelaksanaannya. Kami harap ini bisa menjadi keputusan presiden,” kata Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu dalam siaran persnya, baru-baru ini.
Dari sisi pendanaan, kata Nixon, kenaikan kuota FLPP menjadi 800.000 unit akan memerlukan lebih dari Rp70 triliun, jauh lebih besar dari pendanaan FLPP saat ini hampir Rp30 triliun.
Jika skema pembagian proporsi diubah menjadi 50 persen-50 persen antara APBN dan perbankan, BTN memerlukan alternatif sumber pendanaan di luar dana pihak ketiga (DPK) reguler.
Salah satunya yakni penerbitan obligasi dan pinjaman luar negeri yang nilainya bisa mencapai berkisar Rp10 triliun hingga Rp12 triliun.
“Selain menyiapkan DPK, kami ingin menerbitkan bonds (obligasi), namun usulan kami adalah supaya obligasi tersebut bisa dijamin pemerintah, sehingga akan lebih murah untuk kami dan size yang didapat bisa lebih besar. Kami juga akan mencari kanal-kanal pinjaman luar negeri dan saat ini kami sedang banyak bertemu dengan investor,” papar Nixon.
(*)