Dalam RAPBN 2025 terlihat bahwa kuota FLPP yang diusulkan senilai Rp28,27 triliun untuk membiayai sebanyak 220 ribu rumah.
“Kami usulkan kuota FLPP tahun 2025 menjadi sebanyak 800 ribu unit. Program FLPP selama ini disukai oleh semua stakeholder perumahan, tapi kuotanya terbatas,” kata Menteri PKP di Jakarta, baru-baru ini.
Di sisi lain, berdasarkan rencana Kementerian PKP, skema pembagian porsi pembiayaan FLPP tahun 2025 akan diubah menjadi 50 persen dari negara dan 50 persen dari perbankan agar tidak membebani keuangan negara.
Lalu, akan ada penambahan masa atau tenor kredit menjadi 30 tahun agar angsuran menjadi lebih terjangkau bagi masyarakat.
Saat ini, pembagian proporsi dukungan FLPP masih 75 persen berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan 25 persen dari perbankan, dan tenor selama 20 tahun.
Sementara itu, manajemen BTN menyampaikan kesiapannya untuk mendukung rencana Kementerian PKP menaikkan kuota FLPP.
“Kami menyambut baik ada upaya menaikkan kuota KPR Subsidi dari biasanya sekitar 200.000 menjadi 800.000 unit. Kami sedang mendiskusikannya secara teknis untuk pelaksanaannya. Kami harap ini bisa menjadi keputusan presiden,” kata Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu dalam siaran persnya, baru-baru ini.
Dari sisi pendanaan, kata Nixon, kenaikan kuota FLPP menjadi 800.000 unit akan memerlukan lebih dari Rp70 triliun, jauh lebih besar dari pendanaan FLPP saat ini hampir Rp30 triliun.
Jika skema pembagian proporsi diubah menjadi 50 persen-50 persen antara APBN dan perbankan, BTN memerlukan alternatif sumber pendanaan di luar dana pihak ketiga (DPK) reguler.
Salah satunya yakni penerbitan obligasi dan pinjaman luar negeri yang nilainya bisa mencapai berkisar Rp10 triliun hingga Rp12 triliun.
“Selain menyiapkan DPK, kami ingin menerbitkan bonds (obligasi), namun usulan kami adalah supaya obligasi tersebut bisa dijamin pemerintah, sehingga akan lebih murah untuk kami dan size yang didapat bisa lebih besar. Kami juga akan mencari kanal-kanal pinjaman luar negeri dan saat ini kami sedang banyak bertemu dengan investor,” papar Nixon.
(*)