Jakarta, landbank.co.id Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat kembali mengalami pelemahan seiring pengumuman tarif impor terbaru dari pemerintahan Amerika Serikat.
Kebijakan tersebut memicu sentimen negatif di pasar keuangan global, terutama di negara-negara berkembang.
Presiden Direktur PT Doo Financial Futures, Ariston Tjendra, menjelaskan bahwa langkah proteksionis terbaru dari Amerika Serikat memberikan tekanan pada aset-aset berisiko, termasuk mata uang rupiah.
“Pengumuman terbaru tarif Trump masih memberikan sentimen negatif ke aset berisiko,” ujar Ariston dikutip dari Antara Jumat, 11 Juli 2025.
Menurut Ariston, investor global kini cenderung mencari aset aman (safe haven) seperti dolar AS, seiring meningkatnya ketidakpastian akibat kebijakan dagang Washington yang lebih agresif.
AS Naikkan Tarif untuk 24 Negara, Termasuk Indonesia
Mengutip kantor berita Anadolu, Presiden AS Donald Trump pada Rabu, 9 Juli 2025 mengumumkan tarif impor baru yang akan mulai berlaku pada 1 Agustus 2025.
Tarif tersebut berkisar antara 20 hingga 40 persen dan menyasar barang-barang dari sedikitnya 24 negara.
Beberapa rincian tarif yang diumumkan antara lain:
- 20 persen: Filipina
- 25 persen: Brunei, Moldova
- 30 persen: Sri Lanka, Irak, Aljazair, Libya
- 32 persen: Indonesia
- 35 persen: Serbia, Bangladesh
- 36 persen: Kamboja, Thailand
- 40 persen: Laos, Myanmar.
Sebelumnya, AS juga telah menetapkan tarif 25 persen untuk Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Kazakhstan, dan Tunisia, serta 30 persen untuk Afrika Selatan dan Bosnia-Herzegovina.
Dampak Terhadap Rupiah dan Pasar Domestik
Menurut analis, langkah ini berpotensi memperlambat arus perdagangan global dan memicu tekanan terhadap ekonomi negara-negara mitra dagang AS, termasuk Indonesia. Rupiah yang sensitif terhadap perubahan sentimen global pun ikut terkena imbasnya.
“Ketidakpastian global akan menekan aliran modal masuk ke pasar negara berkembang, sehingga permintaan terhadap mata uang domestik, seperti rupiah, ikut menurun,” jelas Ariston.
Bank Indonesia diperkirakan akan terus memantau situasi dan mengambil langkah stabilisasi bila diperlukan untuk menjaga kestabilan nilai tukar.
(*)