“Perseroan berkomitmen untuk menjalankan bisnis yang berkelanjutan dengan berpedoman kepada peraturan dan perundangundangan yang berlaku,” jelas manajemen PT Pakuwon Jati Tbk (PWON).
Dari sisi tata kelola, Pakuwon Jati meyakini bahwa penerapan tata kelola perusahaan yang baik secara berkesinambungan dapat mendukung pencapaian kinerja yang optimal.
“Perseroan secara berkala terus melakukan penyempurnaan untuk memperkuat penerapan GCG. Perbaikan dan peningkatan dilakukan berdasarkan temuan hasil audit, rekomendasi Komite Audit dan Dewan Komisaris, hasil pemantauan pengendalian internal, saran dari pihak-pihak eksternal dan pemangku kepentingan terkait, hingga hasil penilaian mandiri (self assessment) GCG.
Lalu, dari sisi lingkungan, manajemen PWON menyatakan bahwa PLTS di Royal Plaza Surabaya yang resmi beroperasi pada 9 Desember 2024 dianugerahi sebagai PLTS terbesar di Jawa Timur untuk kategori mal dengan luas 4.835 m² dan kapasitas 863.5 kWp.
Baca juga: Rekam Jejak ESG SCG di Indonesia
“PLTS ini mampu mengurangi biaya listrik sekitar 8% dan penurunan emisi karbon sekitar 685 ton CO2e setiap tahunnya, setara dengan penyerapan CO2 oleh lebih dari 1.500 pohon,” ujar manajemen PWON.
Fluktuasi Peringkat
Bila BSDE dan PWON stabil di posisi peringkat nilai ESG besutan BEI, situasi berbeda dialami oleh tiga emiten properti lainnya.
Mengutip laman BEI, pada Juni 2025, peringkat nilai ESG CTRA berada di posisi ke-29, sedangkan sebelumnya di posisi ke-28 dengan nilai 24,16.
Hal serupa dialami oleh SMRA yang sebelumnya di posisi ke-40, kini berada di level 42 dengan mengantongi nilai 27,81.
Baca juga: Sekilas Berkenalan dengan Nilai ESG di Bursa Efek Indonesia
Begitu juga dengan PANI, turun dari semula di posisi ke-68 menjadi diurutan ke-74 dengan membungkus nilai 41,07.
Pendatang baru, yakni SSIA menempati peringkat ke-81 dari 85 emiten yang memeroleh nilai ESG dari BEI. Pemilik hotel Gran Melia Jakarta ini meraih nilai 45,09.
Masih mengutip laman BEI, dalam penilaian skor ESG, emiten dikelompokkan pada salah satu dari lima kategori yang mencakup negligible, yakni dianggap memiliki risiko ESG yang dapat diabaikan dengan rentang skor 0-10.
Lalu, low, dianggap memiliki risiko ESG yang rendah (skor 10-20).
Kemudian, medium, dianggap memiliki risiko ESG yang sedang (skor 20-30). Lalu, high, yaitu dianggap memiliki risiko ESG yang tinggi (30-40).
Selain itu, severe, yakni dianggap memiliki risiko ESG yang berat (skor di atas 40).
(*)