Jakarta, landbank.co.id– Terhitung sejak dilantik sebagai Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Senin, 21 Oktober 2025, Marurar Sirait mengaku konsisten menjalankan tugas yang diemban dari Presiden Prabowo Subianto.
“Saya hanya ingin bermanfaat untuk kepentingan rakyat, negara dan dunia usaha, karena dunia usaha juga diperlukan, dalam pikiran saya hanya itu,” kata Maruarar Sirait di Jakarta, sekira tiga pekan usai dilantik sebagai Menteri PKP.
Misi memenuhi kebutuhan primer masyarakat berupa rumah layak huni yang diemban Maruarar Sirait termaktub dalam Program Tiga Juta Rumah.
Program tersebut merupakan bagian dari janji kampanye Presiden Prabowo Subianto. Program itu mencakup pembangunan satu juta rumah di perkotaan, perdesaan, dan daerah pesisir.
“Tiga juta rumah merupakan program Presiden Prabowo Subianto yang harus saya jalankan. Dalam program ini mencakup pembangunan rumah baru dan renovasi rumah,” tutur Menteri PKP kepada landbank.co.id di Jakarta, baru-baru ini.
Selain menata struktur Kementerian PKP, dalam tahap awal, pria lulusan Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, Jawa Barat ini juga merajut hubungan dengan para pemangku kepentingan perumahan, termasuk dengan para pengembang properti kalangan dunia usaha.
Baca juga: Profil Maruarar Sirait, Menteri Perumahan dan Kawasan Pemukiman
“Kita harus gotong royong dalam membangun rumah untuk rakyat,” ujar mantan anggota DPR RI selama empat periode itu kepada landbank.co.id.
Kolaborasi Birokrasi
Mewujudkan Pembangunan dan renovasi tiga juta rumah dalam satu tahun bukan pekerjaan mudah.
Maklum, anggaran Kementerian PKP untuk tahun 2025 tergolong minim bila disandingkan dengan target yang diemban.
Awalnya, alokasi anggaran Kementerian PKP pada Tahun Anggaran 2025 sebesar Rp 5,27 triliun. Namun setelah proses efisiensi dan rekonstruksi belanja sebesar Rp 1,82 triliun, anggaran disesuaikan menjadi Rp 3,446 triliun.
Baca juga: Menteri Maurarar Sirait Ajak Konglomerat Dukung Program Perumahan Rakyat: Wujudkan Keadilan Sosial
Menteri PKP menegaskan bahwa dana tersebut diprioritaskan untuk, Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) atau kegiatan padat karya, Pembangunan rumah susun (Rusun) dan rumah khusus (Rusus), Pemenuhan belanja pegawai dan operasional kantor, dan Layanan dasar perumahan di desa, kota, dan kawasan pesisir.
“Anggaran Kementerian PKP tersebut diprioritaskan kegiatan padat karya atau BSPS di desa, kota dan pesisir, pembangunan Rusun atau Rusus yang harus dilanjutkan, juga untuk pemenuhan belanja pegawai serta layanan perkantoran wajib,” kata pria yang pernah ikut organisasi Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) cabang Bandung itu.
Praktis, merangkul para pemangku kepentingan perumahan menjadi mutlak. Kolaborasi pun dirajut dengan kolega di kalangan Kementerian dan Lembaga di bawah pemerintahan Prabowo Subianto.
“Sejumlah kebijakan yang keluar untuk mendukung Program Tiga Juta Rumah merupakan hasil kolaborasi dengan Kementerian dan Lembaga lain. Bukan semata kebijakan Kementerian PKP,” kata pria yang sempat didapuk sebagai Ketua Satuan Tugas (Satgas) Anti Mafia Sepak Bola tersebut.
Kebijakan yang dimaksud mencakup pembebasan pungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) untuk rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
PBG dan BPHTB gratis lahir atas kolaborasi Kementerian PKP dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Mendagri Tito Karnavian mengaku bahwa hingga awal Agustus 2025, PBG dan BPHT gratis telah berjalan di 509 pemerindah daerah (pemda) di Indonesia.
Baca juga: Pemerintah Siapkan KUR Perumahan Rp 130 Triliun, Sasar Pengembang dan Masyarakat Belum Punya Rumah
Tak sebatas dengan Kemendagri. Kolaborasi pun bergulir dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), khususnya terkait dengan penambahan kuota rumah subsidi berskema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang anggarannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Menteri Keuangan menambah kuota FLPP menjadi 350 ribu rumah. Biasanya, kuota FLPP paling besar 220 ribu unit, kini ditambah menjadi 350 ribu. Terbesar sepanjang sejarah FLPP,” tutur Menteri PKP.
Bahkan, kata dia, jika kuota FLPP 350 ribu rumah itu terserap, kuota tahun 2026 akan diusulkan lebih besar lagi, yakni 500 ribu rumah.
“Karena itu, kami harap para pengembang properti dapat menyerap kuota tahun ini sehingga kalau mengusulkan kuota 500 ribu pada 2026 akan lebih kuat lagi alasannya,” tutur Menteri Ara kepada landbank.co.id di Jakarta, baru-baru ini.
Baca juga: Bila Sungguh-sungguh, Bukan Mustahil Penuhi Kebutuhan Rumah Rakyat
Selain menambah kuota FLPP, kata Menteri PKP, kolaborasi terus digulirkan, yakni dengan Menteri Koordinator Perekonomian dan Kemenkeu terkait dengan perpanjangan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPNDTP) sebesar 100 persen hingga akhir 2025.
Insentif bagi properti komersial alias nonsubsidi itu diperlukan agar sektor properti kembali bergairah.
“Pemerintah mendengar suara para pengembang dan akhirnya memperpanjang PPN DTP,” tutur Maruarar Sirait.
Ia menambahkan, kolaborasi juga dirajut dengan Kementerian dan Lembaga lain, seperti Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional hingga Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera).
“BPS misalnya, menghadirkan data sebagai basis kebijakan di sektor perumahan termasuk melahirkan batas penghasilan masyarakat berpenghasilan rendah,” ujar Menteri PKP.
Terkini, jelas Menteri Ara, kolaborasi dengan Menko Perekonomian dan Danantara serta perbankan seperti Himpungan Bank Milik Negara (Himbara) menelorkan Kredit Usaha Rakyat untuk sektor perumahan atau KUR Perumahan.
KUR Perumahan dipayungi oleh Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2025 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Program Perumahan.
Peraturan yang ditetapkan pada 7 Agustus 2025 itu menyatakan bahwa KUR Perumahan mencakup dua sisi, yakni sisi penyediaan dan sisi permintaan.
Di sisi penyediaan rumah diberikan kepada Penerima Kredit Program Perumahan dengan jumlah plafon pinjaman di atas Rp500 juta sampai dengan Rp5 miliar.
Baca juga: Target Rumah Subsidi Didongkrak, Menkeu: Percepat Pencapaian Tiga Juta Rumah
Lalu, di sisi permintaan, KUR Perumahan menyentuh usaha kecil, mikro, dan menengah (UMKM) berupa individu/perseorangan untuk keperluan pembelian rumah, pembangunan rumah, atau renovasi rumah guna mendukung kegiatan usaha.
KUR Perumahan di sisi permintaan rumah diberikan kepada Penerima Kredit Program Perumahan berupa kredit investasi dengan jumlah plafon pinjaman di atas Rp10 juta sampai dengan Rp500 juta.
Program KUR Perumahan butuh kolaborasi di antara para pemangku kepentingan termasuk kalangan perbankan agar dapat terwujud sehingga ikut memangkas backlog kepemilikan hunian yang saat ini sedikitnya menyentuh 9,9 juta kepala keluarga.
Kolaborasi itu termasuk dalam pelaksanaan sosialisasi yang massif kepada sisi penyediaan, terlebih sisi permintaan.
“Saya yakin KUR Perumahan akan mendongkrak ekonomi secara masif, dan bisa membuat tingkat ekonomi masyarakat naik kelas. KUR khusus Perumahan ini adalah yang pertama diluncurkan pada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Dalam Permen KUR Perumahan nanti dibahas skemanya bagaimana dan siapa yang bisa mendapat bantuan, profesi apa, plafondnya berapa, jumlahnya berapa dan bisa berapa lama, jumlahnya berapa,” ujar Menteri PKP.
Berdasarkan data yang diperoleh, dari total Rp130 triliun dana KUR Perumahan yang dipersiapkan, Rp117 triliun akan diarahkan ke sisi supply atau pengembang perumahan dan ekosistem pendukungnya, guna memastikan tersedianya hunian yang berkualitas dan layak huni.
Baca juga: Sama-Sama Membela Rumah Rakyat
Sementara tiu, sebesar Rp13 triliun sisanya menyasar sisi demand, yaitu masyarakat yang belum memiliki rumah, ingin merenovasi hunian, ataupun berencana membangun ruko atau homestay sebagai bagian dari pengembangan usaha.
Menurut Maruarar Sirait, sesuai pesan Bung Hatta dalam Kongres Perumahan Rakyat Sehat di Bandung, 25 Agustus 1950, menyelenggarakan kebutuhan perumahan rakyat bukanlah hal yang mustahil apabila sungguh-sungguh mau.
“Semua pendahulu saya punya jasa besar, saya hanya menambahkan sedikit,” tutur Menteri PKP.
Selain itu, dia juga mengaku terbuka untuk menerima masukan dan kritik dari berbagai pihak untuk menyukseskan Program Tiga Juta Rumah.
“Bahkan, saya bersedia minta maaf sekalipun sebuah kebijakan masih dalam tahap rencana seperti soal ukuran rumah 18 meter persegi,” papar Menteri PKP kepada landbank.co.id, di Jakarta, baru-baru ini.
(*)