Jakarta, landbank.co.id– Belakangan ini berseliweran isu di ranah jagat maya soal jual beli pulau kecil milik Indonesia.
Di tengah isu jual beli pulau kecil itu sontak menimbulkan reaksi publik, termasuk memantik sejumlah pertanyaan, seperti apa iya pulau bisa dimiliki oleh perorangan?
Dalam keriuhan isu jual beli pulau juga muncul pertanyaan apakah asing bisa memiliki pulau di Indonesia?
“Kami tekankan, tanah di Indonesia, apalagi bentuknya Sertipikat Hak Milik, hanya boleh dimiliki warga negara Indonesia (WNI). Tidak boleh dimiliki oleh orang asing,” tegas Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid dilansir laman ATR/BPN.
Pernyataaan Nusron Wahid itu mencuat dalam Rapat Bersama Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) yang membahas permasalahan wilayah pesisir dan kepulauan di Jakarta, Selasa, 1 Juli 2025.
Menteri Nusron menjelaskan bahwa ketentuan tersebut sesuai dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960, yang secara tegas membatasi kepemilikan hak milik hanya untuk WNI.
Baca juga: Mengintip Tiga Pulau Cantik di Ujung Kulon
Termasuk, jika bentuknya Hak Guna Bangunan (HGB), status kepemilikannya wajib melalui badan hukum Indonesia, bukan badan hukum asing.
Dia mengingatkan, pengelolaan pulau-pulau kecil di wilayah pesisir perlu diatur agar tidak dikuasai sepenuhnya oleh pihak tertentu.
Berdasarkan UU Nomor 27 Tahun 2007 juncto UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, minimal 30 persen wilayah pulau harus tetap dikuasai negara untuk kepentingan publik, kawasan lindung, dan zona evakuasi.
“Jadi tidak boleh 100 persen pulau dimiliki satu orang atau satu badan hukum. Sebagian harus tetap menjadi milik negara dan bermanfaat untuk masyarakat luas,” tegas Menteri Nusron.
Baca juga: Syarat Balik Nama Sertifikat Tanah dan Cara Mengurusnya
Mengutip Peraturan Menteri (Permen) ATR/Kepala BPN Nomor 17 Tahun 2016, yang dimaksud dengan pulau kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 kilometer persegi (km2) beserta kesatuan Ekosistemnya.
Terpisah, Kepala Biro Hubungan Masyarakat (Humas) dan Protokol Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Harison Mocodompis, menegaskan bahwa tidak ada dasar hukum yang membolehkan privatisasi pulau di Indonesia.
Landasan hukum untuk privatisasi itu tidak ada. Jadi memprivatisasi pulau secara keseluruhan itu kan tidak mungkin. Memang tidak ada undang-undangnya yang membolehkan itu,” tegas Harison Mocodompis dilansir laman ATR/BPN.
Dia mengataan, pengaturan terkait pemanfaatan pulau kecil dan wilayah pesisir telah diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) ATR/Kepala BPN Nomor 17 Tahun 2016.
Dalam kebijakan tersebut, khususnya Pasal 9 ayat (2) hingga (5), disebutkan bahwa pemanfaatan pulau kecil oleh perorangan atau badan hukum dibatasi maksimal 70 persen dari total luas pulau.
“Sementara itu, 30 persen adalah mandatory atau wajib disiapkan untuk area publik, konservasi, dan wilayah yang dikuasai negara untuk kepentingan negara,” ujar Harison Mocodompis.
Dengan demikian, jelas Harison Mocodompis, tidak dimungkinkan satu pihak memprivatisasi seluruh wilayah pulau kecil. Apalagi, hingga saat ini tidak ada satu pun peraturan perundang-undangan yang memperbolehkan hal tersebut.
Dari pengamatannya, sebagian besar situs yang menampilkan informasi penjualan pulau itu berasal dari luar negeri. Namun, keabsahan informasi maupun identitas pihak yang mempostingnya juga belum bisa diverifikasi secara pasti.
Baca juga: Redistribusi Tanah, Nusron: Yang Kecil Kita Bantu Berkembang
“Kita harus bijak melihat situasi ini. Situs-situs itu milik luar negeri, dan kita juga tidak tahu apakah yang mem-posting itu orang Indonesia atau sesama orang luar,” kata dia.
Harison Mocodompis mengimbau masyarakat untuk tidak mudah percaya terhadap klaim kepemilikan atau penjualan pulau yang beredar di internet.
Dia juga mendorong semua pihak untuk berperan aktif dalam menjaga kedaulatan wilayah dan kejelasan hukum pertanahan di Indonesia.
“Diharapkan tentu saja diskusi ini bisa memicu instansi-instansi terkait juga pemerintah daerah untuk bergerak bersama-sama, terkoordinasi, terintegrasi. Fokusnya tidak hanya pada isu penjualan pulau, tetapi juga pada perlindungan hak atas tanah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat,” tutur Harison Mocodompis.
(*)