Jakarta, landbank.co.id– Realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) di bisnis hotel dan restoran sepanjang Januari-Maret 2025 bertumbuh lebih tinggi dibandingkan penanaman modal asing (PMA).
Mengutip data Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), per akhir Maret 2025, realisasi PMA di bisnis hotel dan restoran bahkan menurun dibandingkan periode sama setahun sebelumnya.
Realisasi investasi hotel dan restoran PMDN pada tiga bulan pertama 2025 tercatat tumbuh sekitar 23 persen.
Bila per akhir Maret 2024 masih di level Rp6,17 triliun, kini, per triwulan pertama 2025 senilai Rp7,57 triliun.
Dari sisi tujuan investasi, realisasi PMDN pada kuartal pertama 2025 mengalir ke 14.513 proyek, sedangkan pada periode sama 2024 untuk 11.235 proyek.
Porsi PMDN menyentuh sekitar 69 persen terhadap total realisasi investasi di sektor hotel dan restoran pada kuartal pertama 2025.
Baca juga: Bisnis Hotel Asia Pasifik Kian Membaik
Sementara itu, realisasi PMA di bisnis hotel dan restoran pada kuartal pertama 2025 terlihat merosot sekitar 41 persen bila disandingkan dengan periode yang sama 2024.
Mengutip data Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, per akhir Maret 2025 realisasi PMA di sektor ini senilai Rp3,41 triliun, sedangkan per akhir Maret 2024 masih sebesar Rp5,83 triliun.
Aliran PMA pada tiga bulan pertama 2025 merangsek ke sebanyak 9.081 proyek, sedangkan pada periode sama 2024 mengalir ke 6.201 proyek.
Porsi PMA terhadap total realisasi investasi hotel dan restoran triwulan pertama 2025 sekitar 31 persen.
Baca juga: Hotel dan Restoran Diguyur Investasi Rp39,47 Triliun
Pada kuartal pertama 2025, total realisasi investai hotel dan restoran turun sekitar 8 persen, yakni dari Rp12,00 triliun menjadi Rp10,99 triliun.
Bisnis Hotel
Sementara itu, bisnis hotel di Asia Pasifik, termasuk Indonesia, dinilai kian membaik pada 2025 setelah terlihat stabil setahun sebelumnya.
Laporan Colliers bertajuk Asia Pacific Hospitality Insights Mei 2025 menemukan bahwa momentum stabil tahun 2024 telah berlanjut hingga tahun 2025.
Hal ini, menurut laporan tersebut menandakan pergeseran ke arah pertumbuhan lebih terencana dan berorientasi pada kinerja sektor perhotelan di Asia Pasifik.
Di Indonesia, khususnya Bali dan Jakarta, masih menurut laporan Colliers, berpeluang tumbuh pada kuartal kedua 2025, walau harus berbenah.
“Daya tarik global Bali terus menarik investasi mewah, sementara inti bisnis Jakarta sedang dibentuk ulang oleh perubahan permintaan dan pengetatan fiskal. Untuk berkembang, pelaku bisnis perhotelan harus merangkul diversifikasi, ketangkasan digital, dan pemberdayaan domestik — mengubah hambatan saat ini menjadi keunggulan kompetitif di masa mendatang,” ujar Mike Broomell, managing director Colliers Indonesia dikutip Rabu, 28 Mei 2025.
Menurut laporan Colliers, Bali tetap berfokus pada wisata, khususnya didorong oleh pariwisata internasional. Permintaan domestik turun karena biaya perjalanan yang tinggi dan langkah-langkah efisiensi pemerintah. Para pelaku bisnis perhotelan didorong untuk melakukan diversifikasi dan bermitra dengan maskapai penerbangan dan agen perjalanan.
Jakarta, sebagai pusat bisnis, tengah berjuang dengan berkurangnya pengeluaran pemerintah, terutama dalam MICE dan perjalanan bisnis. Operator beralih ke pasar korporat dan alternatif untuk tetap bertahan.
Baca juga: Dalam Tiga Bulan FAST Raih Pendapatan Rp1,19 Triliun
“Bali terus menarik investasi mewah, dengan pembangunan bintang lima dan merek global seperti Mandarin Oriental dan Kempinski,” dilansir laporan itu.
Lalu, Jakarta melihat pertumbuhan yang seimbang, dipimpin oleh hotel bintang empat. Pemain domestik seperti Artotel berekspansi secara agresif, menandakan adanya pergeseran dinamika pasar.
Tingkat hunian Bali pada kuartal pertama 2025 adalah 63,4 persen, dengan tarif kamar harian rata-rata (average daily rate/ADR) sebesar US$139,4. “Kedatangan domestik turun 22 persen dari tahun ke tahun, dan persaingan dari vila dan pesaing regional meningkat,” dikutip dari laporan itu.
Di sisi lain, Jakarta memiliki hunian 61,4 persen dan sedikit penurunan ADR menjadi US$69,4. Pemotongan anggaran pemerintah telah menyebabkan penurunan pendapatan dan pemotongan operasional.
“Prospek Bali diperkirakan pulih pada kuartal kedua, dengan dimulainya Idul Fitri dan perjalanan musim panas, meskipun pemulihan domestik masih belum pasti. Mengelola persaingan vila dan mendiversifikasi permintaan adalah kuncinya,” dilansir laporan Colliers.
(*)