Jakarta, landbank.co.id– Tiga subsektor properti, yakni perumahan, kawasan industri, dan perkantoran menyerap investasi sekitar Rp126,69 triliun pada 2024.
Dari total jumlah realisasi investasi di perumahan, kawasan industri, dan perkantoran itu mayoritas diguyur oleh penanaman modal dalam negeri (PMDN).
Jumlah investasi yang dibenamkan oleh para investor lokal di perumahan, kawasan industri, dan perkantoran pada 2024 sekitar Rp76,51 triliun.
Porsi investor lokal, mengutip data Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), setara dengan sekitar 60 persen.
Baca juga: Realisasi Investasi Tahun 2024 Subsektor Properti Rp122,9 Triliun
Aliran PMDN pada 2024 tersebut tersebar kepada 20.017 proyek perumahan, kawasan industri, dan perkantoran.
Di sisi lain, arus penanaman modal asing (PMA) di tiga subsector properti tersebut tercatat sekitar Rp50,18 triliun atau setara sekitar 40 persen dari total tahun 2024.
Jumlah proyek yang dialiri dana PMA di perumahan, kawasan industri, dan perkantoran mencapai sebanyak 17.818 proyek pada 2024.
Terkait kawasan industri, konsultan properti, Knight Frank Indonesia punya catatan. Konsultan itu bilang, serapan lahan di kawasan industri menyentuh level tertinggi pada 2024.
“Serapan lahan kawasan industri di tahun 2024 menunjukan performa tertinggi sejak pandemi,” papar Willson Kalip, country head Knight Frank Indonesia, baru-baru ini.
Baca juga: Serapan Lahan Kawasan Industri Tertinggi Sejak Pandemi
Dia menegaskan, tidak dapat dipungkiri, gelombang masuknya manufaktur dari wilayah regional Asia, seperti Tiongkok, Vietnam, dan Korea Selatan memberikan dampak positif terhadap performa kawasan industri.
“Terlebih perang dagang Amerika Serikat dengan Tiongkok yang telah membawa relokasi pabrik ke wilayah Jawa Tengah,” ujar Willson.
Menurut Willson, di tengah kondisi tersebut, saat ini pemerintah dan pelaku industri perlu menangkap peluang ini sebagai ‘golden opportunity’.
“Hal ini mengingat sektor manufaktur akan menjadi katalis dalam menjaga performa sektor industri di Greater Jakarta dan nasional,” tutur dia.
Syarifah Syaukat, senior research advisor Knight Frank Indonesia, menjelaskan, pada semester kedua 2024, total stok kawasan industri di Greater Jakarta dan sekitarnya bertambah, saat ini tercatat sekitar 15.729 hektare.
“Total serapan lahan pada semester itu sekitar 77 hektare,” ujarnya.
Dia menerangkan, Subang, Bekasi, dan Karawang, masih menjadi submarket yang potensial saat ini.
Prospek 2025
Sementara itu, terkait prospek pasar properti, tahun 2025 digadang-gadang menjadi fase pemulihan (recovery) bagi sejumlah sub-sektor properti.
Baca juga: Gedung Perkantoran Hijau CBD Jakarta Sentuh Satu Juta M2
Fase recovery dalam siklus properti itu akan dialami oleh properti rumah tapak, industrial, pusat perbelanjaan modern, dan apartemen.
“Siklus normal properti butuh waktu berkisar 8-10 tahun. Harusnya tahun 2023 sudah dalam posisi jam 12 (booming), tapi terjadi pelambatan karena adanya pandemi Covid-19 pada 2020,” tutur Head Research Department Colliers Indonesia, Ferry Salanto di BSD City, baru-baru ini.
Dia menerangkan, awal 2026 kemungkinan sektor properti akan lebih positif.
Sekalipun demikian, jelas Ferry, pertumbuhan properti tahun 2025 akan diwarnai oleh tren-tren baru yang beradaptasi dengan dinamika pasar terutama hunian berbasis green living, kawasan mixed-use, kawasan industri berbasis data center serta properti logistik yang terus berkembang.
Baca juga: Realisasi Investasi Properti Tembus Rp115 Triliun, Peringkat Keempat Terbesar di Indonesia
“Kebijakan fiskal dan moneter pada 2025 akan berpengaruh signifikan terhadap industri properti,” kata dia.
Menurut Ferry, keputusan pemerintah kembali menebar insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk pembelian rumah tapak ataupun apartemen siap huni hingga 31 Desember 2025 akan menjadi salah satu pendorong utama yang menjaga sektor properti tetap bertumbuh.
(*)