Di Subang, kawasan Smartpolitan mencatatkan penjualan seluas 8,4 ha dalam satu transaksi kepada produsen garmen berteknologi tinggi—menunjukkan meningkatnya daya tarik Subang bagi industri berbasis teknologi.
Greenland International Industrial Center (GIIC), yang secara tradisional merupakan salah satu kawasan paling aktif di bidang lahan, transaksi, hanya mencatat satu penjualan seluas 3,5 ha kepada perusahaan FMCG selama periode ini.
Kemudian, Krakatau Industrial Estate Cilegon (KIEC) di Serang mencatat penjualan seluas 3 ha kepada perusahaan petrokimia asing.
Lalu, sementara Kemang Industrial City (KNIC) bertransaksi seluas 1,39 ha dengan perusahaan kimia, pemasok CATL.
Baca juga: Leads Property Ungkap Empat Negara yang Incar Lahan Industri
“Jababeka melengkapi daftar tersebut dengan penjualan seluas 0,9 hektare melalui beberapa transaksi kecil yang melibatkan perusahaan-perusahaan di bidang kimia, logistik, plastik, dan perusahaan baja dan molding Korea,” tulis riset Colliers Indonesia.
Secara kumulatif untuk paruh pertama tahun 2025, AIH memimpin pasar dengan penjualan seluas 41,1 ha, diikuti oleh Modern Cikande dengan 40,26 ha, dan GIIC dengan 17,7 ha—memperkuat posisi mereka sebagai tiga kawasan teratas di pasar lahan industri Jabodetabek.
Gelombang investasi Tiongkok yang signifikan terus menopang pertumbuhan ini, sebagian besar didorong oleh strategi diversifikasi yang ditujukan untuk mengurangi paparan tarif yang lebih tinggi di Amerika Serikat.
Meningkatnya minat terhadap Subang, khususnya kawasan Smartpolitan, menggambarkan tren yang lebih luas dari investor baru yang mencari peluang di luar pusat tradisional.
Singkatnya, meskipun pasar belum kembali ke level tahun lalu, kondisi semester pertama 2025 menandai pemulihan yang nyata dalam aktivitas lahan industri.
AIH dan Modern Cikande menonjol sebagai pusat utama transaksi berskala besar, sementara kawasan seperti Subang dan GIIC semakin memperkuat relevansi pasar mereka.
Baca juga: Penjualan Lahan Industri Tembus 125 Hektare
“Ke depannya, peningkatan biaya dan tantangan regulasi dapat menjadi hambatan potensial, yang mengharuskan pengembang dan investor untuk mengadopsi pendekatan adaptif dan inovatif dalam menavigasi lanskap pasar yang terus berkembang,” dilansir riset Colliers Indonesia.
(*)