Site icon Landbank.co.id

Emas Dunia Melemah di Awal Pekan, Analis: Masih Koreksi Sehat Setelah Reli Panjang

Harga emas dunia hari ini, Senin 27 Oktober 2025, turun ke level US$4.073,68 per troy ounce./Foto: Istockphoto.

Jakarta, landbank.co.id – Harga emas dunia kembali mengalami tekanan di awal pekan perdagangan, Senin (27/10/2025), seiring dengan meningkatnya selera risiko (risk-on sentiment) di pasar global.

Kondisi ini membuat pelaku pasar lebih memilih aset berisiko seperti saham, dibandingkan logam mulia yang dikenal sebagai aset aman (safe haven).

Berdasarkan pantauan landbank.co.id dari perdagangan pasar Asia pukul 09.34 WIB, harga emas dunia (XAU/USD) tercatat anjlok ke level US$4.073,68 per troy ounce, atau melemah 0,95 persen dibandingkan penutupan sebelumnya.

Penurunan ini sekaligus menandai kelanjutan tren koreksi yang sempat terjadi pada pekan lalu, setelah harga emas sempat menembus rekor tertinggi baru di atas US$4.200 per troy ounce.

Pelemahan emas pada awal pekan ini menunjukkan bahwa pasar global sedang berada dalam fase konsolidasi, dengan tekanan jual yang cukup kuat.

Para investor tampak mulai mengalihkan portofolio mereka ke aset yang dinilai lebih produktif di tengah ekspektasi pemangkasan suku bunga The Federal Reserve (The Fed) yang semakin dekat.

“Sentimen risk-on kembali dominan karena investor menilai ketegangan geopolitik mulai mereda, sementara prospek pelonggaran moneter global masih terbuka lebar. Kondisi ini membuat harga emas cenderung terkoreksi setelah reli panjang sebelumnya,” ujar Andi Nugraha, Analis Dupoin Futures Indonesia, dalam keterangan resminya yang diterima landbank.co.id, Jumat, 24 Oktober 2025.

Menurutnya, pelemahan harga emas saat ini bersifat teknikal dan masih wajar dalam konteks tren jangka menengah yang positif.

“Jika harga mampu bertahan di atas area US$4.000 per troy ounce, potensi penguatan kembali tetap terbuka,” tambahnya.

Selain sentimen global, penguatan dolar Amerika Serikat (AS) turut menekan harga emas. Indeks dolar sempat menguat di kisaran 103,80, menandakan meningkatnya permintaan terhadap mata uang AS di tengah optimisme ekonomi domestik.

Kondisi tersebut membuat harga emas menjadi relatif lebih mahal bagi investor yang menggunakan mata uang lain, sehingga memicu aksi ambil untung (profit taking) di pasar spot.

“Emas masih menghadapi tantangan dari dolar AS yang stabil, terutama jika data ekonomi AS pekan ini kembali menunjukkan ketahanan sektor tenaga kerja,” jelas Andi.

Outlook Emas Masih Positif di Jangka Menengah

Meski tengah terkoreksi, sejumlah analis memperkirakan tren jangka menengah emas tetap positif. Ketidakpastian geopolitik di Timur Tengah, potensi pelonggaran moneter The Fed, serta meningkatnya permintaan dari bank sentral global menjadi faktor pendukung harga dalam beberapa bulan ke depan.

Berdasarkan data World Gold Council (WGC), pembelian emas oleh bank sentral dunia meningkat hingga 11 persen pada kuartal III-2025, terutama dari kawasan Asia dan Timur Tengah.

“Selama faktor makroekonomi global masih cenderung longgar dan volatilitas pasar tetap tinggi, emas akan tetap menjadi aset lindung nilai yang menarik,” tutup Andi.

(*)

Exit mobile version