Daftar Aset Kripto Legal di Indonesia Bertambah Jadi 1.342 Token, Pasar Makin Kompetitif

Industri aset kripto di Indonesia mencatat lonjakan signifikan setelah PT Central Finansial X (CFX) merilis pembaruan daftar aset kripto yang sah diperdagangkan di Tanah Air./Foto: Istockphoto.

Jakarta, landbank.co.id – Industri aset kripto di Indonesia mencatat lonjakan signifikan setelah PT Central Finansial X (CFX) merilis pembaruan daftar aset kripto yang sah diperdagangkan di Tanah Air.

Per 13 Agustus 2025, jumlah aset kripto legal naik dari 1.181 menjadi 1.342 token, atau bertambah 161 aset baru.

Bacaan Lainnya

Dalam daftar terbaru tersebut, tercatat beberapa token yang tengah populer di komunitas global seperti MUBARAK, GROK, ZEN, PEPE2, DUCK, dan STREAM.

Penambahan tersebut dinilai sebagai langkah strategis untuk menjawab kebutuhan pasar sekaligus memperkuat kepastian hukum bagi investor.

Langkah CFX mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 27 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Aset Keuangan Digital.

Regulasi itu mewajibkan bursa untuk menetapkan daftar resmi aset kripto yang dapat diperdagangkan (Pasal 9 ayat 1) serta melarang transaksi di luar daftar tersebut (Pasal 9 ayat 2).

CEO Tokocrypto, Calvin Kizana, menilai penambahan jumlah aset legal akan memperkaya pilihan investor, baik ritel maupun institusional, sekaligus mendorong likuiditas dan inovasi di ekosistem kripto Indonesia.

“Namun, penambahan daftar ini juga berarti persaingan antar-token akan semakin ketat. Proyek kripto harus menjaga reputasi, utilitas, dan kepatuhan regulasi untuk bertahan di pasar,” ujarnya.

Sejalan dengan perkembangan ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah membahas perubahan teknis pada POJK 27/2024. Fokusnya meliputi sistem klasifikasi aset kripto yang lebih terstruktur dan wacana penerapan daftar blacklist.

Blacklist dinilai dapat mencegah peredaran aset kripto berisiko tinggi atau yang melanggar ketentuan. Langkah ini diharapkan menjaga keamanan pasar domestik tanpa menghambat pertumbuhan inovasi.

Calvin menyambut baik wacana ini, namun menekankan pentingnya keterbukaan.

“Blacklist seharusnya berbasis parameter terukur dan transparan. Pelaku industri harus diberi kesempatan memperbaiki kepatuhan sebelum aset masuk daftar terlarang,” jelasnya.

Menurut Calvin, mekanisme whitelist, blacklist, dan daftar pengawasan akan menciptakan pasar yang selektif namun tetap memberi ruang bagi inovasi.

“Blacklist tidak boleh menjadi hukuman permanen, melainkan bagian dari proses penyehatan pasar,” tegasnya.

(*)

Pos terkait