Jakarta, landbank.co.id – Harga emas dunia kembali mencatat rekor tertinggi sepanjang sejarah di level US$4.056 per troy ons pada perdagangan Rabu, 8 Oktober 2025.
Reli logam mulia ini berlangsung seiring meningkatnya permintaan terhadap aset aman (safe haven) di tengah ketidakpastian politik Amerika Serikat (AS) dan kebijakan pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed).
Analis Dupoin Futures Indonesia, Andy Nugraha, menyebut tren bullish emas masih memiliki momentum kuat, baik dari sisi teknikal maupun fundamental.
“Harga emas masih bergerak di atas area support utama dan belum menampilkan tanda pembalikan arah yang signifikan. Jika tekanan beli berlanjut, bukan tidak mungkin emas kembali menguji level US$4.056 atau bahkan menembus level yang lebih tinggi,” ujarnya.
Selama tiga sesi perdagangan berturut-turut, harga emas (XAU/USD) naik lebih dari 1,7% dan kini mencatatkan kenaikan 54% sepanjang tahun 2025. Menurut Andy, sinyal bullish terlihat jelas pada pola candlestick dan indikator Moving Average yang masih menunjukkan tren kenaikan stabil.
Namun, ia mengingatkan bahwa jika momentum beli mulai melemah, potensi koreksi bisa membawa harga turun ke kisaran US$3.986 per troy ons. “Level psikologis US$4.000 menjadi batas penting untuk menjaga tren kenaikan emas dalam jangka pendek,” tambahnya.
Secara fundamental, reli harga emas turut diperkuat oleh ketidakpastian geopolitik dan politik dalam negeri AS. Krisis penutupan pemerintahan (government shutdown) yang telah berlangsung sembilan hari tanpa kesepakatan antara Partai Republik dan Demokrat semakin menekan kepercayaan investor terhadap stabilitas fiskal AS.
Selain itu, pemangkasan suku bunga oleh The Fed menjadi faktor utama penggerak kenaikan harga emas. Dalam rapat September lalu, bank sentral AS menurunkan suku bunga acuannya untuk pertama kalinya sejak akhir 2024 dan memberikan sinyal dua kali pemangkasan tambahan hingga akhir tahun ini.
Data CME FedWatch Tool menunjukkan pasar memperkirakan 78% peluang pemangkasan suku bunga lagi pada Desember mendatang.
Secara historis, suku bunga rendah membuat emas lebih menarik karena mengurangi biaya peluang memegang aset tanpa imbal hasil seperti logam mulia.
Meski tren bullish masih kuat, sebagian analis menilai potensi penguatan emas bisa tertahan jika ketegangan geopolitik di Timur Tengah mereda.
Presiden AS Donald Trump baru-baru ini mengumumkan adanya tahap awal kesepakatan damai antara Israel dan Hamas, termasuk rencana pembebasan sandera dalam waktu 72 jam.
Walau kesepakatan ini masih menunggu implementasi, kabar tersebut sedikit menekan permintaan terhadap aset safe haven, seperti emas dan yen Jepang.
Menariknya, reli emas kali ini terjadi bersamaan dengan penguatan Dolar AS (DXY) sebesar 0,45% ke level 99,00, serta penurunan imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun ke 4,113%.
Penurunan imbal hasil riil AS yang berbanding terbalik dengan harga emas turut memperkuat minat investor terhadap logam mulia ini.
Dengan dukungan kombinasi teknikal dan fundamental yang solid, Andy Nugraha memperkirakan tren harga emas masih positif dalam jangka pendek.
“Selama harga bertahan di atas level psikologis US$4.000, peluang kenaikan emas masih terbuka menuju area resistensi baru,” katanya.
Reli harga emas yang menembus rekor baru ini menunjukkan bahwa logam mulia tetap menjadi aset lindung nilai utama di tengah ketidakpastian global.
Bagi investor, momentum penguatan emas bisa menjadi sinyal penting untuk melakukan strategi lindung nilai terhadap volatilitas pasar keuangan global.
(*)