Jakarta, landbank.co.id– Bisnis hotel di Asia Pasifik, termasuk Indonesia, dinilai kian membaik pada 2025 setelah terlihat stabil setahun sebelumnya.
Laporan Colliers bertajuk Asia Pacific Hospitality Insights Mei 2025 menemukan bahwa momentum stabil tahun 2024 telah berlanjut hingga tahun 2025.
Hal ini, menurut laporan tersebut menandakan pergeseran ke arah pertumbuhan lebih terencana dan berorientasi pada kinerja sektor perhotelan di Asia Pasifik.
Di Indonesia, khususnya Bali dan Jakarta, masih menurut laporan Colliers, berpeluang tumbuh pada kuartal kedua 2025, walau harus berbenah.
“Daya tarik global Bali terus menarik investasi mewah, sementara inti bisnis Jakarta sedang dibentuk ulang oleh perubahan permintaan dan pengetatan fiskal. Untuk berkembang, pelaku bisnis perhotelan harus merangkul diversifikasi, ketangkasan digital, dan pemberdayaan domestik — mengubah hambatan saat ini menjadi keunggulan kompetitif di masa mendatang,” ujar Mike Broomell, managing director Colliers Indonesia dikutip Rabu, 28 Mei 2025.
Menurut laporan Colliers, Bali tetap berfokus pada wisata, khususnya didorong oleh pariwisata internasional. Permintaan domestik turun karena biaya perjalanan yang tinggi dan langkah-langkah efisiensi pemerintah. Para pelaku bisnis perhotelan didorong untuk melakukan diversifikasi dan bermitra dengan maskapai penerbangan dan agen perjalanan.
Baca juga: Indonesia Negara Asia Pasifik Pertama yang Punya Pedoman Investasi Pariwisata
Jakarta, sebagai pusat bisnis, tengah berjuang dengan berkurangnya pengeluaran pemerintah, terutama dalam MICE dan perjalanan bisnis. Operator beralih ke pasar korporat dan alternatif untuk tetap bertahan.
“Bali terus menarik investasi mewah, dengan pembangunan bintang lima dan merek global seperti Mandarin Oriental dan Kempinski,” dilansir laporan itu.
Lalu, Jakarta melihat pertumbuhan yang seimbang, dipimpin oleh hotel bintang empat. Pemain domestik seperti Artotel berekspansi secara agresif, menandakan adanya pergeseran dinamika pasar.
Tingkat hunian Bali pada kuartal pertama 2025 adalah 63,4 persen, dengan tarif kamar harian rata-rata (average daily rate/ADR) sebesar US$139,4. “Kedatangan domestik turun 22 persen dari tahun ke tahun, dan persaingan dari vila dan pesaing regional meningkat,” dikutip dari laporan itu.
Di sisi lain, Jakarta memiliki hunian 61,4 persen dan sedikit penurunan ADR menjadi US$69,4. Pemotongan anggaran pemerintah telah menyebabkan penurunan pendapatan dan pemotongan operasional.
“Prospek Bali diperkirakan pulih pada kuartal kedua, dengan dimulainya Idul Fitri dan perjalanan musim panas, meskipun pemulihan domestik masih belum pasti. Mengelola persaingan vila dan mendiversifikasi permintaan adalah kuncinya,” dilansir laporan Colliers.
Baca juga: Tujuh Hotel Baru akan Merangsek Pasar Bali
Laporan itu juga menyebutkan bahwa Jakarta mungkin mengalami pemulihan yang moderat pasca-Idul Fitri, tetapi keuntungan jangka panjang bergantung pada pelonggaran penghematan.
Para pelaku bisnis perhotelan harus terus mengeksplorasi sumber permintaan baru.
Laju Investasi
Sementara itu, pemilik modal terus membidik aset perhotelan di pasar dengan likuiditas tinggi di kawasan Asia Pasifik seiring sektor hotel bergerak dari pemulihan menuju stabilisasi pada 2025.
“Pemulihan cepat beberapa tahun terakhir telah matang menjadi kecepatan yang lebih terukur, dengan fokus pada pembangunan nilai jangka panjang. Ketika pasar berkinerja tinggi mulai stabil, narasinya berubah dari pemulihan menjadi norma baru,” kata Govinda Singh, direktur eksekutif Colliers, Pasar Modal APAC, Hotel & Perhotelan, dan Layanan Konsultasi.
Dia menerangkan, kinerja hotel di seluruh Asia Pasifik tetap tangguh pada kuartal pertama tahun 2025, mendukung aktivitas transaksi yang sedang berlangsung.
Sementara itu, volume transaksi Asia Pasifik turun 19 persen pada tiga bulan pertama 2025, dengan imbal hasil naik menjadi 5,4 persen pada kuartal pertama tahun ini, modal terus menargetkan pasar dengan likuiditas tinggi.
Menurut laporan Colliers, kuartal pertama secara tradisional merupakan periode yang lambat untuk transaksi, dan mengingat ketidakpastian geopolitik, tidak mengherankan jika banyak yang mengambil pendekatan hati-hati, wait and see. Namun, ketika kondisi pasar stabil dan keharusan untuk menggunakan modal meningkat, peningkatan aktivitas diantisipasi seiring berjalannya waktu.
Pasar hotel yang paling banyak ditransaksikan selama periode ini adalah Jepang, Korea Selatan, dan Australia, dengan Singapura menonjol sebagai tujuan utama untuk investasi kekayaan antargenerasi dan India serta Asia Tenggara muncul sebagai mesin permintaan utama.
“Dengan harga yang tetap kuat, investor beralih dari kompresi tingkat kapitalisasi dan menuju strategi nilai tambah yang berfokus pada arus kas dan pertumbuhan pendapatan untuk mendorong pengembalian,” dilansir laporan Colliers.
Baca juga: Tiga Hotel Berbintang Siap-siap Masuk Jakarta
Kinerja hotel tetap tangguh, dengan peningkatan Pendapatan per Kamar yang Tersedia (RevPAR), yang terutama didorong oleh pertumbuhan ADR.
RevPAR di seluruh APAC naik 2,1 persen secara tahunan (year on year/yoy), peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan pertumbuhan 0,4 persen yang sederhana antara tahun 2023 dan 2024.
Kenaikan ini terutama didorong oleh tingkat hunian yang lebih tinggi, yang mencerminkan permintaan yang lebih kuat dan kondisi pasar yang membaik.
(*)