Jakarta, landbank.co.id– Pembangunan rumah rakyat berlangsung di setiap pemerintahan yang memimpin Republik Indonesia.
Bahkan, sejak Orde Lama, yakni pemerintah Presiden Soekarno dan Muhammad Hatta, perhatian untuk memenuhi kebutuhan rumah rakyat telah mencuat.
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait mengatakan, sesuai pesan Bung Hatta dalam Kongres Perumahan Rakyat Sehat di Bandung, 25 Agustus 1950, menyelenggarakan kebutuhan perumahan rakyat bukanlah hal yang mustahil apabila sungguh-sungguh mau.
Kongres tersebut kemudian menjadi dasar peringatan Hari Perumahan Nasional (Hapernas).
Baca juga: Program Tiga Juta Rumah dan FLPP, Begini Kata Prabowo
“Semua pendahulu saya punya jasa besar, saya hanya menambahkan sedikit,” ujar Menteri PKP di sela ziarah ke makam Bung Hatta di Taman Pemakaman Umum (TPU) Tanah Kusir, Jakarta, Minggu, 24 Agustus 2025.
Penambahan itu, jelas Maruarar Sirait, antara lain adalah penambahan kuota rumah subsidi.
Lalu, Peraturan Bangunan Gedung (PBG) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) gratis serta pengurusannya yang dipercepat untuk rakyat kecil.
Selain itu, serta kelanjutan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPNDTP) sebesar 100 persen hingga akhir 2025.
“Juga ada kredit usaha rakyat untuk sektor perumahan atau KUR Perumahan sebesar Rp130 triliun yang belum pernah ada selama ini,” kata Menteri Ara.
Dia mengatakan, program rumah subsidi yang diinisiasi Menteri Perumahan Rakyat Indonesia ke-8 Suharso Monoarfa, adalah yang paling tepat untuk mengatasi rakyat Indonesia yang tidak punya rumah sebanyak 9,9 juta.
Baca juga: Duet BSPS dan Rumah Subsidi, Alasan Usulan Rp49,85 Triliun
Hal itu, jelas dia, karena rumah subsidi membantu rakyat dengan bunga tetap (flat) dan harga terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Karena itu, pada Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto kali ini, kuota rumah subsidi diperbesar, yakni menjadi sebanyak 350 ribu unit pada 2025.