Site icon Landbank.co.id

Awas! Pakaian Thrift Bisa Sebabkan Penyakit Kulit Serius, Kenali Gejalanya

Dokter Spesialis Kulit dr. Arini Widodo ungkap tanda-tanda infeksi kulit berbahaya yang muncul setelah memakai pakaian thrift./Foto: Istockphoto.

Jakarta, landbank.co.id – Tren membeli pakaian bekas atau thrifting memang sedang digemari masyarakat karena dianggap murah dan ramah lingkungan. Namun, di balik popularitasnya, praktik ini dapat membawa risiko kesehatan serius bila tidak disertai kewaspadaan.

Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin, dr. Arini Widodo, SM, SpDVE, mengingatkan adanya tanda-tanda infeksi kulit berbahaya yang perlu segera diwaspadai setelah mengenakan pakaian bekas.

“Kita perlu segera mencari pertolongan medis bila setelah memakai pakaian thrifted muncul ruam kemerahan, rasa gatal hebat terutama malam hari, bentol berisi cairan atau nanah, lesi bersisik melingkar, atau benjolan kecil mengilat seperti mutiara,” ujar dr. Arini dikutip dari ANTARA, Selasa, 28 Oktober 2025.

Menurutnya, gejala tersebut bisa menjadi indikasi berbagai infeksi kulit seperti dermatitis iritan, skabies, infeksi bakteri sekunder, tinea (infeksi jamur), hingga moluskum kontagiosum.

Kondisi itu umumnya disebabkan oleh mikroorganisme yang menempel pada pakaian bekas yang tidak dibersihkan dengan benar sebelum digunakan.

Dokter Arini yang juga tergabung dalam Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI) menjelaskan, ruam kemerahan yang cepat menyebar, disertai rasa gatal intens, dan tak membaik dalam beberapa hari merupakan tanda bahaya yang perlu segera ditangani dokter kulit.

“Bila gejala-gejala tersebut muncul, penting untuk segera berkonsultasi ke tenaga medis agar diagnosis dan pengobatan yang tepat bisa diberikan sejak dini,” tegasnya.

Selain itu, orang yang mencoba pakaian bekas langsung ke kulit tanpa lapisan pakaian dalam berisiko lebih tinggi terkena infeksi. Arini menyarankan agar masyarakat menghindari kontak langsung dengan pakaian thrift, terutama untuk pakaian yang menutupi area sensitif seperti ketiak dan area intim.

“Gunakan lapisan baju dalam bila harus mencoba pakaian bekas, agar kulit tidak bersentuhan langsung dengan kain yang berpotensi terkontaminasi,” tambahnya.

Dari sisi medis, pakaian bekas impor yang tidak melalui proses sterilisasi berpotensi menjadi media tumbuhnya jamur, tungau, bakteri, bahkan virus. Jika tidak dicuci bersih dengan air panas atau disterilkan sebelum dipakai, maka dapat menjadi sarang penyakit menular.

Hal ini juga menjadi perhatian pemerintah. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa pemerintah tengah menggalakkan larangan impor pakaian bekas dalam karung atau balpres, karena selain berdampak ekonomi, praktik ini juga membahayakan kesehatan masyarakat.

“Pelaku impor tidak hanya dipidana, tetapi juga dikenakan denda. Negara bisa rugi besar bila hanya memenjarakan dan memusnahkan barang tanpa penegakan yang menyeluruh,” ujarnya.

Senada dengan pemerintah pusat, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo menyatakan dukungan penuh terhadap larangan aktivitas thrifting di pasar-pasar wilayah ibu kota.

“Hal yang berkaitan dengan larangan Kementerian Keuangan terhadap thrifting, kami memberikan dukungan, termasuk di pasar-pasar yang ada di Jakarta,” ujarnya seperti dikutip dari Antara Selasa, 28 Oktober 2025.

Langkah ini diharapkan dapat mengurangi risiko penyebaran penyakit kulit sekaligus mendukung keberlanjutan industri pakaian lokal yang terdampak praktik jual-beli pakaian bekas impor.

(*)

Exit mobile version