Sebaliknya, pembeli di segmen menengah atas dan atas mendominasi penjualan proyek mendatang.
Hal ini disebabkan sektor tersebut tidak terlalu bergantung pada insentif dan lebih berfokus pada penawaran premium serta potensi investasi.
Pada 2026, tingkat penjualan kondominium yang sudah ada diproyeksikan tetap kuat di angka 94 persen, sedangkan prapenjualan untuk proyek mendatang diperkirakan meningkat sedikit ke 62 persen, didorong oleh pasokan baru yang terbatas.
“Aktivitas penjualan segmen menengah dan menengah bawah terpusat di Tangerang dan Bekasi, sedangkan penjualan di segmen atas lebih aktif di Jakarta Barat dan Jakarta Selatan,” kata Arief.
Di sisi lain, jelas dia, pertumbuhan harga diperkirakan tetap stabil sampai tahun 2026. Harga diperkirakan tetap stabil karena insentif PPN DTP masih berlanjut, sehingga membantu menjaga keterjangkauan dan mendorong permintaan di segmen-segmen utama.
Dia menambahkan, proyek kondominium yang terletak dekat dengan transportasi public mass rapid transit (MRT), light rapid transit (LRT), dan kereta rel Listrik (KRL) mencatat kinerja penjualan lebih baik.
Jalur MRT
Sementara itu, jelas Arief, saat ini, tingkat penjualan kondominium di dekat jalur MRT menyentuh 97,2 persen, sedangkan rata-rata tingkat penjualan di Jabodetabek 94,2 persen.
Tingkat okupansi pun demikian. Kondominium di jalur MRT mencatat okupansi 71,2 persen, sedangkan okupansi di Jabodetabek 65,4 persen.
Melihat data di atas, tren ini diperkirakan terjadi juga di sepanjang jalur MRT Fase 2A, yang direncanakan beroperasi pada 2029.
Kajian Cushman & Wakefield menyebutkan bahwa terdapat beberapa dampak positif yang dapat dimanfaatkan bagi proyek kondominium di sepanjang jalur MRT.
Pertama, harga jual kembali dan wewa yang lebih tinggi. Aspek ini menjadi daya tarik yang baik untuk calon investor.
Kedua, renovasi bangunan (redevelopments) yang pemanfaatannya kurang optimal.
Kondisi itu merupakan peluang baru untuk melakukan redevelopment dan renovasi bangunan eksisting menjadi hunian, dikarenakan lahan kosong yang sulit ditemukan di area tersebut.
Ketiga, peningkatan konektivitas dan daya tarik area. Jalur baru yang menghubungkan pusat kawasan bisnis (central business district/CBD) dan pusat wisata ini diperkirakan menarik lebih banyak pengunjung dan investasi, sehingga meningkatkan daya tarik dan citra kawasan secara keseluruhan.
(*)





